Minggu, 29 Maret 2015

Kebijakan Perdagangan Internasional




Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin dan tercipta suatu hubungan ekonomi yang saling mempengaruhi suatu negara dengan negara lain serta lalu lintas barang dan jasa akan membentuk perdagangan antar bangsa.
Perdagangan internasional merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara. Terjadinya perekonomian dalam negeri dan luar negeri akan menciptakan suatu hubungan yang saling mempengaruhi antara satu negara dengan negara lainnya, salah satunya adalah berupa pertukaran barang dan jasa antarnegara.

Perdagangan internasional dapat diartikan sebagai transaksi dagang antara subyek ekonomi negara yang satu dengan subyek ekonomi negara yang lain. Adapun subyek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang terdiri dari warga negara biasa, perusahaan swasta dan perusahaan negara maupun pemerintah yang dapat dilihat dari neraca perdagangan. Secara umum perdagangan internasional dapat dibedakan menjadi dua yaitu ekspor dan impor. Ekspor adalah penjualan barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara ke negara lainnya. Sementara impor adalah arus kebalikan dari ekspor, yaitu barang dan jasa dari luar suatu negara yang mengalir masuk ke negara tersebut.

1.1  Pengertian Kebijakan Perdagangan Internasional
Kebijakan ekonomi internasional adalah berbagai tindakan dan peraturan yang dijalankan suatau Negara, baik secara langsung maupun tidak. Yang akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan arah perdagangan internasional dari / ke Negara tersebut. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.
Namun dalam implementasinya, sering kali perdagangan antar dua Negara atau lebih sering merugikan Negara yang lemah (less developing countries).  Karena Negara maju sering kali mendominasi dan memonopoli kesepakatan, sehingga dapat meningkatkan taraf ketergantungan pada negara maju.

1.2  Latar Belakang
Perdagangan Internasional merupakan salah satu kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini yang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Sebagai akibat dari kebijakan yang bersifat restriktif dan protektif tersebut menimbulkan hambatan-hambatan dalam lalu lintas barang, jasa maupun modal antar negara di Eropa, mereka berusaha untuk menguasai negara-negara di Asia dan Afrika dengan cara menerapkan paham merkantilisme.
Sedangkan ciri-ciri masa merkantilis yaitu, perdagangan rempah-rempah, semakin banyak logam mulia maka semakin makmur suatu negara, anti impor tetapi harus ekspor dan peredaran uang tinggi. Hal ini menyebabkan kehidupan perekonomi dan politik di Eropa menjadi semakin meluas dan terkonsentrasi pada kegiatan perdagangan, bukan saja terhadap perdagangan lokal dan regional antar negara Eropa, tetapi meluas ke luar Eropa. Selain itu asas kebebasan kontrak juga merupakan prisip yang mendorong terjadinya liberalisasi di sektor industri dan perdagangan. Perdagangan internasional telah muncul sejak masa kuno, dilatarbelakangi oleh berkembangnya spesialisasi dalam hal kebutuhan dan kegiatan produksi.
Sesudah itu, ahli-ahli ekonomi klasik menganalisis dengan lebih mendalam lagi peranan perdagangan luar negeri dalam perekonomian. Misalnya, David Ricardo telah mengemukakan pandangan-pandangan yang lebih logis untuk menerangkan perlunya perdagangan luar negeri dalam mengembangkan suatu perekonomian. Teori Ricardo, yang menerangkan mengenai keuntungan yang dapat diperoleh dari spesialisasi dan perdagangan, merupakan teori yang hingga sekarang menjadi dasar kepada teori perdagangan luar negeri.
Berdasarkan teori Ricardo tersebut negara-negara digalakkan menjalankan sistem perdagangan bebas. Yang dimaksud perdagangan bebas disini adalah sistem perdagangan luar negeri dimana setiap negara melakukan perdagangan tanpa ada halangan perdagangan. Tidak terdapat sebarang pajak dan peraturan-peraturan yang melarang ekspor dan impor.


1.3  Instrumen Kebijakan Perdagangan Internasional
     Instrumen kebijaksanaan perdagangan inernasinoal dibidang ekspor diartikan sebagai berbagai tindakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, baik secara langsu ng maupun tidak lasung, yang akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan arah transaksi serta kelancaran usaha untuk peningkatan devisa ekspor suatu negara. Kebijakan perdagangan internasional di bidang ekspor dikelompokan menjadi 2 macam kebijakan sebagai berikut:
1.3.1 Kebijakan Ekspor
       A. Dalam negeri
v  Kebijakan perpajakan dalam bentuk pembebasan keringanan, pengembalian pajak atau pun pengenaan pajak ekspor/PET untuk barang – barang ekspor tertentu. Contoh: pajak ekspor atas CPO
v  Fasilitas kredit perbankan yang murah untuk mendorong peningkatan ekspor barang – barang tertantu.
v  Penetapan prosedur / tata laksana ekspor yang relatif mudah.
v  Pemberian subsidi ekspor, seperti pemberian sertifikat ekspor.
v  Pembentukan asosiasi ekspor.
v  Pembentukan kelembagaan seperti bounded warehouse (Kawasan Berikat Nusantara), bounded island Batam, export processing zone.
     B. Luar negeri

v  Pembentukan  International Trade Promotion Center (ITPC) di berbagai negara, seperti di Jepan (Tokyo), Eropa, AS.
v  Pemanfaatan General System of Preferency atau GSP, yaitu fasilitas keringanan bea masuk yang diberikan negara – negara industri untuk barang manufaktur yang berasal dari negara yang sedang berkembang seperti Indonesia sebagai salah satu hasil UNCTAD (United Nation Coference on Trade and Development).
v  Menjadi anggota Commodity Association of Producer, seperti OPEC.
v  Menjadi anggota Commodity Agreement between Producer and Comsumer, seperti ICO (International coffe Organization), MFA (Multifibre Agreement).


   1.3.2 Kebijakan Impor
 Instrumen kebijakan perdagangan internasional di bidang impor diartikan sebagai berbagai tindakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, baik secara lansung maupun tidak langsung, yang akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan kelancaran usaha untuk melindungi / mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dan penghematan devisa. Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor dapat dikelompokan menjadi 2 macam kebijakan sebagai berikut:
A.    Kebijakan Tarif Barrier
Kebijakan Tarif Barrier atau TB dalam bentuk bea masuk adalah sebagai berikut :
·         Pembebasan bea masuk / tarif rendah adalah 0% s.d 5% : dikenakan untuk bahan kebutuhan pokok dan vital, seperti  beras, mesin – mesin vital, alat – alat militer / pertahanan / keamanan.
·         Tarif sedang antara >5% s.d 20% : dikenakan untuk barang setengah jadi dan barang – barang lain yang belum cukup diproduksi di dalam negeri.
·         Tarif tinggi di atas 20% : dikenakan untuk barang – barang mewah dan barang –barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan bukan barang kebutuhan pokok.

a.       Kebijakan tarif dan efek – efek tarif
Tarif adalah pungutan bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang masuk untuk dipakai / dikonsumsi habis di dalam negeri. Dalam pelaksanaanya, sistem / cara pemungutan tarif bea masuk ini dapat dibedakan sebagai berikut:
·         Bea harga (Ad valorem Tarif)
Besarnya pungutan bea masuk atas barang impor di tentukan oleh tingkat   prosentase tarif dikalikan harga CIF dari barang tersebut (BM =  % tarif  x Harga CIF). Misalnya, harga CIF suatu barang X = $100 dan tarif bea masuknya 10 %, sedangkan kurs atau nilai tukar = Rp. 5.000,00 / USD. Maka pungutan bea masuknya = 10 % x $100 x Rp. 5.000,00 = Rp. 50,000,00.
·         Bea spesifik (Specific Tarif)
Pungutan bea masukini didasarkan pada ukuran atau satuan tertentu dari barang. Di indonesia sistem tarif ini digunakan sebelum tahun 1991.
·         Bea campuran (Compound Tarif)
Pungutan bea masuk ini merupakan kombinasi antara sistem a, dan sistem b.
b.      Tarif normal dan Tarif Proteksi Efektif
·         Tarif  Nominal
Tarif nominal adalah besarnya prosentase tarif suatu barang tertentu yang tercantum dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI). Buku Tarif  Bea Masuk Indonesia yang digunakan saat ini adalah buku tarif berdasarkan ketentuan harmonizedsystem atau HS yang menggunakan penggolongan barang dengan sistem 9 digit penggolongan barang dan sistem digit ini akan mempermudah dan memperlancar arus perdagangan internasional karena adanya kesatuan kode barang untuk seluruh negara, terutama yang telah menjadi anggota World Customs Organization (WCO) yang bermarkas di brussel.
·         Tarif  Proteksi Efektif
Tarif  Proteksi Efektif ini disebut juga sebagai Effective Rate of Protection (ERP), yaitu kenaikan Value Added Manufacturing (VAM) yang terjadi karena perbedaan antara prosentase tarif normal untuk barang jadi atau CBU (Completely Built – up) dengan tarif nominal untuk bahan baku / komponen input impornya atau CKD (Completely Knock Down).  

                  Gambar 1.3 Instrumen Kebijakan Perdagangan Internasional

1.4  Tujuan Kebijakan Perdagangan Internasional
Tujuan kebijakan perdagangan internasional yang dijalankan oleh suatu negara dapat dirumuskan sebagai berikut :
a.       Melindungi kepentingan ekonomi nasional dari pengaruh buruk atau negatif dari kondisi ekonomi atau perdagangan internasional yang tidak baik atau tidak menguntungkan.
b.      Melindungi kepentingan industri dalam negeri
c.       Melindungi lapangan kerja ( employment )
d.      Menjaga keseimbangan dan stabilitas balance of payment
e.       Menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil
f.       Menjaga stabilitas nilai tukar / kurs valuta asing.

1.5  Restriksi ( Ketetapan ) dalam Perdagangan Internasional
Organisasi multilateral Internasional adalah organisasi kerja sama perdagangan Internasional yang anggotanya terdiri dari hampir seluruh negara di dunia. Tujuannya adalah mengikat arus perdagangan internasional dengan prinsip – prinsip pokok dalam GATT Clftuse adalah sebagai berikut:
a.       Prinsip free trade, yaitu prinsip perdagangan bebas dengan mengilangkan  / mengurangi berbagai hambatari perdagangan internasional, baik yang bersifat Tarif Barrier (TB) maupun Nontarif Barrier (NTB).
b.      Prinsip resprositas (timbal balik) dan nondikriminasi yang dikenal sebagai Most Favorised Nation Clause (MFNC), yaitu prinsip multilaterlisasi (ekstenifikasi / instittisionalisasi) dalam perlakuan (treament) hubungan ekonomi / keuangan / perdagangan internasional dengan pengecualian sebagai berikut.
·         Hubungan Preferential history, seperti Commowealth dan France Union.
·         Kesatuan ekonomi regional, sperti Free Trade Area dan Customs Union.
c.       Prinsip nondiskriminasi atau dikenal sebagai Nation Treatment Clause (NTC), yaitu prinsip memberi perilaku yang sama terhadap produk luar negeri maupun produk dalam negeri. Misalnya dengan mengenakan tarif  PPN yang sama terhadap produk impor maupun produk lokal.
1.6  Hambatan-hambatan Dalam Perdagangan Internasional
Hambatan perdagangan adalah regulasi atau peraturan pemerintah yang membatasi perdagangan bebas. Bentuk bentuk hambatan perdagangan antara lain :
·         Tarif atau bea cukai adalah pajak produk impor.
·         Kuota. Kuota membatasi banyak unit yang dapat diimpor untuk membatasi jumlah barang tersebut di pasar dan menaikan harga.
·         Subsidi. Subsidi adalah bantuan pemerintah untuk produsen lokal. Subsidi dihasilkan dari pajak. Bentuk – bentuk subsidi antara lain bantuan keuangan, pinjaman dengan bungah rendah.
·         Muatan lokal
·         Peraturan administrasi
·         Peraaturan antidumping
Hambatan perdagangan mengurangi efisiensi ekonomi, karena masyarakat tidak dapat mengambil keuntungan dari produktivitas negara lain. Pihak yang diuntungkan dari adanya hambatan perdagangan adalah produsen dan pemerintah. Produsen mendapatkan proteksi dari proteksi dari hambatan perdagangan, sementara pemerintah mendapatkan penghasilan dari bea – bea.
Argumen untuk hambatan perdagangan antara lain perlindungan terhadap industri dan tenaga kerja lokal. Dengan tiadanya hambatan perdagangan, harga produk dan jasa dari luar negeri akan menurun dan pemerintah untuk produk dan jasa lokal akan berkurang. Hal ini akan menyebabkan matinya industri lokal perlahan – lahan. Alasan lain yaitu untuk melindungi konsumen dari produk – produk yang dirasa tidak patut di konsumsi, contoh : produk – produk yang telah diubah secara genetika. Di indonesia, hambatan perdagangan banyak digunakan untuk membatasi impor pertanian dari luar negeri untuk melindungi petani dari anjloknya harga lokal.




BAB II
PEMBAHASAHAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Dalam konteks perekonomian suatu negara, salah satu wacana yang menonjol adalah mengenai pertumbuhan ekonomi. Meskipun ada juga wacana lain mengenai pengangguran, inflasi atau kenaikan harga barang-barang secara bersamaan, kemiskinan, pemerataan pendapatan dan lain sebagainya. Pertumbuhan ekonomi menjadi penting dalam konteks perekonomian suatu negara karena dapat menjadi salah satu ukuran dari pertumbuhan atau pencapaian perekonomian bangsa tersebut, meskipun tidak bisa dinafikan ukuran-ukuran yang lain. Wijono (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan pembangunan.
Salah satu hal yang dapat dijadikan motor penggerak bagi pertumbuhan adalah perdagangan internasional. Salvatore menyatakan bahwa perdagangan dapat menjadi mesin bagi pertumbuhan ( trade as engine of growth, Salvatore, 2004). Jika aktifitas perdagangan internasional adalah ekspor dan impor, maka salah satu dari komponen tersebut atau kedua-duanya dapat menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan. Tambunan (2005) menyatakan pada awal tahun 1980-an Indonesia menetapkan kebijakan yang berupa export promotion. Dengan demikian, kebijakan tersebut menjadikan ekspor sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan.
Ketika perdagangan internasional menjadi pokok bahasan, tentunya perpindahan modal antar negara menjadi bagian yang penting juga untuk dipelajari. Sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Vernon, perpindahan modal khususnya untuk investasi langsung, diawali dengan adanya perdagangan internasional (Appleyard, 2004). Ketika terjadi perdagangan internasional yang berupa ekspor dan impor, akan memunculkan kemungkinan untuk memindahkan tempat produksi. Peningkatan ukuran pasar yang semakin besar yang ditandai dengan peningkatan impor suatu jenis barang pada suatu negara, akan memunculkan kemungkinan untuk memproduksi barang tersebut di negara importir. Kemungkinan itu didasarkan dengan melihat perbandingan antara biaya produksi di negara eksportir ditambah dengan biaya transportasi dengan biaya yang muncul jika barang tersebut diproduksi di negara importir. Jika biaya produksi di negara eksportir ditambah biaya transportasi lebih besar dari biaya produksi di negara importir, maka investor akan memindahkan lokasi produksinya di negara importir (Appleyard, 2004).


2.1 Perdangangan Internasional
2.1.1 Pengertian Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.
2.1.2 Teori Perdagangan Internasional
Menurut Amir M.S., bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor.
Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan.



Ada beberapa model perdagangan internasional diantaranya:
A.    Model Ricardian
Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan komparatif dan mungkin merupakan konsep paling penting dalam teori pedagangan internasional. Dalam Sebuah model Ricardian, negara mengkhususkan dalam memproduksi apa yang mereka paling baik produksi. Tidak seperti model lainnya, rangka kerja model ini memprediksi dimana negara-negara akan menjadi spesialis secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas. Juga, model Ricardian tidak secara langsung memasukan faktor pendukung, seperti jumlah relatif dari buruh dan modal dalam negara.
B.     Model Heckscher-Ohlin
Model Heckscgher-Ohlin dibuat sebagai alternatif dari model Ricardian dan dasar kelebihan komparatif. Mengesampingkan kompleksitasnya yang jauh lebih rumit model ini tidak membuktikan prediksi yang lebih akurat. Bagaimanapun, dari sebuah titik pandangan teoritis model tersebut tidak memberikan solusi yang elegan dengan memakai mekanisme harga neoklasikal kedalam teori perdagangan internasional.
Teori ini berpendapat bahwa pola dari perdagangan internasional ditentukan oleh perbedaan dalam faktorpendukung. Model ini memperkirakan kalau negara-negara akan mengekspor barang yang membuat penggunaan intensif dari faktor pemenuh kebutuhan dan akan mengimpor barang yang akan menggunakan faktor lokal yang langka secara intensif. Masalah empiris dengan model H-o, dikenal sebagai Pradoks Leotief, yang dibuka dalam uji empiris oleh Wassily Leontief yang menemukan bahwa Amerika Serikat lebih cenderung untuk mengekspor barang buruh intensif dibanding memiliki kecukupan modal.

C.    Faktor Spesifik
Dalam model ini, mobilitas buruh antara industri satu dan yang lain sangatlah mungkin ketika modal tidak bergerak antar industri pada satu masa pendek. Faktor spesifik merujuk ke pemberian yaitu dalam faktor spesifik jangka pendek dari produksi, seperti modal fisik, tidak secara mudah dipindahkan antar industri. Teori mensugestikan jika ada peningkatan dalam harga sebuah barang, pemilik dari faktor produksi spesifik ke barang tersebut akan untuk pada term sebenarnya. Sebagai tambahan, pemilik dari faktor produksi spesifik berlawanan (seperti buruh dan modal) cenderung memiliki agenda bertolak belakang ketika melobi untuk pengednalian atas imigrasi buruh. Hubungan sebaliknya, kedua pemilik keuntungan bagi pemodal dan buruh dalam kenyataan membentuk sebuah peningkatan dalam pemenuhan modal. Model ini ideal untuk industri tertentu. Model ini cocok untuk memahami distribusi pendapatan tetapi tidak untuk menentukan pola pedagangan. Jangan dipercaya,bohong tu.
D.    Model Gravitasi
Model gravitasi perdagangan menyajikan sebuah analisa yang lebih empiris dari pola perdagangan dibanding model yang lebih teoritis diatas. Model gravitasi, pada bentuk dasarnya, menerka perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi antar negara dalam ukuran ekonominya. Model ini meniru hukum gravitasi Newton yang juga memperhitungkan jarak dan ukuran fisik di antara dua benda. Model ini telah terbukti menjadi kuat secara empiris oleh analisa ekonometri. Faktor lain seperti tingkat pendapatan, hubungan diplomatik, dan kebijakan perdagangan juga dimasukkan dalam versi lebih besar dari model ini.
2.1.3 Manfaat perdagangan internasional
Menurut Sadono Sukirno, manfaat perdagangan internasional adalah sebagai berikut.
Ø  Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri
Banyak faktor-faktor yang memengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut di antaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
Ø  Memperoleh keuntungan dari spesialisasi
Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
Ø  Memperluas pasar dan menambah keuntungan
Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.
Ø  Transfer teknologi modern
Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.
2.1.4 Faktor pendorong
Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional, di antaranya sebagai berikut :
Ø  Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri
Ø  Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara
Ø  Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi
Ø  Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut.
Ø  Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi.
Ø  Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.
Ø  Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain.
Ø  Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri.
2.1.5 Peraturan/Regulasi Perdagangan Internasional
Umumnya perdagangan diregulasikan melalui perjanjian bilatera antara dua negara. Selama berabad-abad dibawah kepercayaan dalam Merkantilisme kebanyakan negara memiliki tarif  tinggi dan banyak pembatasan dalam perdagangan internasional. pada abad ke 19, terutama di Britania, ada kepercayaan akan perdagangan bebas menjadi yang terpenting dan pandangan ini mendominasi pemikiran di antaranegara barat untuk beberapa waktu sejak itu dimana hal tersebut membawa mereka ke kemunduran besar Britania. Pada tahun-tahun sejak Perang Dunia II, perjanjian multilateral kontroversial seperti GATT dab WTO memberikan usaha untuk membuat regulasi lobal dalam perdagangan internasional. Kesepakatan perdagangan tersebut kadang-kadang berujung pada protes dan ketidakpuasan dengan klaim dari perdagangan yang tidak adil yang tidak menguntungkan secara mutual.
Perdagangan bebas biasanya didukung dengan kuat oleh sebagian besar negara yang berekonomi kuat, walaupun mereka kadang-kadang melakukan proteksi selektif untuk industri-industri yang penting secara strategis seperti proteksi tarif untuk agrikultur oleh Amerika Serikat dan Eropa. Belanda dan Inggris Raya keduanya mendukung penuh perdagangan bebas dimana mereka secara ekonomis dominan, sekarang Amerika Serikat, Inggris, Australia dan Jepang merupakan pendukung terbesarnya. Bagaimanapun, banyak negara lain (seperti India, Rusia, dan Tiongkok) menjadi pendukung perdagangan bebas karena telah menjadi kuat secara ekonomi. Karena tingkat tarif turun ada juga keinginan untuk menegosiasikan usaha non tarif, termasuk investasi luar negri langsung, pembelian, dan fasilitasi perdagangan. Wujud lain dari biaya transaksi dihubungkan dnegan perdagangan pertemuan dan prosedur cukai.
Umumnya kepentingan agrikultur biasanya dalam koridor dari perdagangan bebas dan sektor manufaktur seringnya didukung oleh proteksi. Ini telah berubah pada beberapa tahun terakhir, bagaimanapun. Faktanya, lobi agrikultur, khususnya di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang, merupakan penanggung jawab utama untuk peraturan tertentu pada perjanjian internasional besar yang memungkinkan proteksi lebih dalam agrikultur dibandingkan kebanyakan barang dan jasa lainnya.
Selama reses ada seringkali tekanan domestik untuk meningkatkan tarif dalam rangka memproteksi industri dalam negeri. Ini terjadi di seluruh dunia selama Depresi Besar membuat kolapsnya perdagangan dunia yang dipercaya memperdalam depresi tersebut.
Regulasi dari perdagangan internasional diselesaikan melalui World Trade Organization pada level global, dan melalui beberapa kesepakatan regional seperti MerCOSUR di Amerika Selatan, NAFTA antara Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko, dan Uni Eropa anatara 27 negara mandiri. Pertemuan Buenos Aires tahun 2005 membicarakan pembuatan dari Free Trade Area of America (FTAA) gagal total karena penolakan dari populasi negara-negara Amerika Latin. Kesepakatan serupa seperti MAI (Multilateral Agreement on Invesment) juga gagal pada tahun-tahun belakangan ini.
2.2  Pembahasan
Harus diakui, dewasa ini segala bentuk perjanjian internasional seakan-akan telah memberikan landasan dan harapan baru bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang diarahkan dalam rangka percepatan pengentasan dan penghapusan kemiskinan, terutama bagi negara berkembang dan miskin, termasuk salah satu adalah bangsa Indonesia. Fenomena ini tentulah sangat menarik untuk kita coba telaah lebih dalam, terutama dengan maraknya perjanjian mengenai perdagangan bebas (free trade) yang telah disepakati oleh bangsa Indonesia sebagai salah satu bentuk kebijakan yang telah diambil, dimana mungkin penulis mencoba untuk melemparkan suatu pertanyaan sederhana dalam tulisan ini, apakah benar perjanjian-perjanji an yang telah dibuat itu memang diarahkan dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi sehingga dapat mempercepat pengentasan kemiskinan yang telah lama menyelimuti bangsa ini atau jangan-jangan itu hanyalah sekedar pemanisbelaka untuk memperkuat proses neokolonialisme dan imprealisme suatu negara terhadap negara lain?
Kalau dilihat kembali mengenai isi perjanjian perdagangan bebas yang telah dibuat dan disepakati, pada dasarnya juga menegaskan akan pentingnya suatu produktifitas diiringi dengan asas persamaan, keadilan, perlindungan hak-hak asasi manusia dan lingkungan hidup, tetapi lagi-lagi kalau berbica mengenai realita, mungkin ada baiknya meninjau ulang mengenai kebenaran ditetapkannya asas-asas tersebut. James Petras dengan cukup kritis pernah mengatakan bahwa wacana-wacana yang selama ini biasa kita anggap wajar harus dicermati ulang secara kritis. Modus Perdagangan bebas ini tidak lebih hanya akan menjadi mekanisme penguasaan negara maju terhadap negara berkembang. Neoliberalisme dan propaganda atas keniscayaan integrasi pasar ekonomi tidak lebih hanyalah mitos dan klaim yang selalu dibangun untuk kepentingan relasi imperialis.
Pada prinsipnya perdagangan bebas atau free trade adalah suatu bentuk penjabaran ekonomi suatu negara yang mekanisme kebijakan perekonomiannya diserahkan kepada kebijakan pasar dengan meminimalkan seminim mungkin peran negara bahkan diharapkan sama sekali tidak ada intervensi/campur tangan dari negara. Prinsip ini berpijak pada teori ekonomi Adam Smith, seorang filosof dalam bukunya The Wealth of Nations (1776) yang mengharamkan campur tangan pemerintah dalam mekanisme pasar karena pasar akan mampu menggenahi dirinya sendiri. Tangan-tangan tak terlihat akan menciptakan keseimbangan penawaran dan permintaan dalam pasar komoditas maupun pasar surat-surat berharga (pasar uang dan pasar modal). Intinya adalah akumulasi modal dengan keniscayaan memperoleh keuntungan semaksimal-maksimal nya karena pasar mengatur dirinya sendiri. Adam Smith juga dalam bukunya The wealth of nations mengatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah homo economicus yang senantiasa mengejar kepentingannya sendiri guna memperoleh manfaat atau kenikmatan yang sebesar-besarnya dari apa saja yang dimilikinya. Kalau karakter manusia yang egosentris dan individualistik seperti ini dibiarkan tanpa campur tangan pemerintah sedikitpun, dengan sendirinya akan terjadi alokasi yang efisien dari faktor-faktor produksi, pemerataan dan keadilan, kebebasan, daya inovasi dan kreasi berkembang sepenuhnya. Hal ini bisa dilihat dari kalau seandainya ada barang dan jasa yang harganya tinggi sehingga memberikan laba yang sangat besar (laba super normal) kepada para produsennya maka akan mengundang ketertarikan banyak orang untuk memproduksi barang yang sama. Akibatnya supply meningkat dan ceteris paribus harga turun, dan begitu juga seterusnya. Maka dengan prinsip seperti ini penganut paham inipun menyakini bahwa kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat akan datang dengan sendirinya.
Selain itu, perdagangangan bebas juga menyakini akan menciptakan kemakmuran bersama semua bangsa yang disebabkan setidaknya oleh tiga hal yaitu pertama, perdagangan akan menyebabkan Negara-negara melakukan spesialisai dalam produksi setiap item dimana mereka secara relative lebih efesien. Inilah yang oleh David Ricardo (salah satu peletak dasar teori ekonomi klasik) sebagai teori Comparative Advantage. Sebaliknya, pada sisi koin mata uangnyang sama, pembatasan perdagangan atau distorsi cenderung menurunkan allocative efficiency. Yang kedua perdagangan bebas akan menghasilkan efficiency from competition, yang berarti bahwa dengan terlibat dalam aktivitas perdagangan bebas pemerintah harus mendorong perusahaan-perusaha an domestik untk bertarung di pasar global, dan kemudian memaksa mereka agar lebih inovatif. Dengan demikian, pada akhirnya perusahaan-perusaha n domestik tersebut akan menjadi lebih efesien. Hasil akhirnya, kompetisis akan melahirkan harga barang yang lebih murah dan pelayanan terhadap konsumen yang lebih baik. Ketiga, perdagangangan juga melahirkan apa yang disebut imported efficiency, dalam artian bahwa pemerintah mau tidak mau harus membuka pasarnya terhadap investasi asing atau impor teknologi asing dengan harapan akan membawa metode proses produksi yang lebih efesien.
Dengan adanya pasar bebas setidaknya ekspor global telah bertumbuh sebesar empat kali lipat, sama hal ya dengan Indonesia, terutama semenjak ditetapkan kebijakan diadakannya perdagangan bebas sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi, nilai ekspornya melipat hampir mencapai dua sampai tiga kali lipat tiap tahunnya. Keterbukaan pasar diikuti oleh upah buruh murah dan penundukan kesadaran politik rakyat guna melancarkan arus investasi, memang menghasilkan angka pertumbuhan yang tinggi, rata-rata 5-6 persen per tahun, Namun pertanyaan besarnya, ketika angka-angka itu mengalami peningkatan, pada saat itu ada baiknya kita bertanya siapa sebenarnya yang diuntungkan dari semua penaikan angka-angka tersebut? Karena faktanya, mamfaat dari penaikan angka-angka tersebut hanya dinikmati oleh sekitar 200 pembayar pajak terbesar di Bangsa ini, sementara itu, mayoritas rakyat terus berkubang dalam kemiskinan.
Banyaknya para pengamat ekonom yang menyimpulkan bahwa pada dasarnya  Free Trade Agreement (FTA) hanyalah ditujukan dalam rangka memperluas pasar dan agenda-agenda neoliberal semata, dimana dalam rangka mempermudah misinya, semua negara yang terlibat dalam perjanjian tersebutpun harus secara perlahan-lahan menghapuskan semua bentuk hambatan atas kelancaran perdagangan dengan pemberian insentif dan kemudaan bea masuk dengan pajak 0 % serta kemudahan di bidang pertanahan dan keimigrasian yang diberikan dalam rangka menarik investasi dan perdagangan asing untuk masuk ke kawasan tersebut. Selain itu adanya perspektif kritis yang lebih melihat hubungan asimetris pada politik internasional, memandang perdagangan bebas tidak lebih sebagai bentuk baru penjajahan atau imperialisme gaya baru Negara maju kepada Negara berkembang atau miskin, di mana para pemodal dalam skala internasional dengan alih-alih akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara lain justru tengah mempraktekkan upaya penghisapan keringat buruh yang lebih murah di negara lain. Motivasi ini selalu dikemas dengan konsep strategi diplomasi yang seolah-oleh akan menguntungkan semua negara dalam tiap negosiasi padahal justru yang terjadi adalah perpecahan dalam negeri akibat dari ketidakadilan ekonomi dan lingkaran kemiskinan yang semakin meningkat.
Dalam upaya bersaing dalam pasar bebas tentu tidak hanya mengandalkan pada hasil prodiksi dan kualitas semata. Perkembangan dalam dunia It juga merupakan komoditas yang sangat penting. Media IT kini telah dapat digunakan sebagai media promosi paling efisien dan dapat menjangkau seluruh dunia. Dengan teknologi, semua kegiatan manusia, baik produksi, pemasaran, dan promosi dapat dilakukan dengan mudah. Dengan kata lain, kini IT telah menjdai factor penting dari Negara untuk dapat bersaing dalam dunia Internasional terutama dalam dinamika pasar bebas yang tengah mengalir deras saat ini.

2.2.1 Kajian Efektivitas dan Peran G20 Bagi Indonesia
G20 telah diakui oleh para akademisi sebagai suatu pendekatan terobosan dalam membentuk suatu tata kelola ekonomi global. Forum yang hanya memiliki 20 anggota ini berusaha membangun pilar-pilar tata pengaturan ekonomi baru yang kokoh dan tahan terhadap krisis finansial global. Para akademisi telah memberi perhatian pada beragam isu yang erat terkait dengan eksistensi G20 dalam proses pembentukan tata kelola ekonomi global yang saat ini menjadi pusat perhatian G20.
Setidaknya ada lima kluster kajian yang selama ini dikembangkan oleh komunitas akademik. Kluster pertama melihat rasionalitas pembentukan G20 dan modalitas yang dimiliki oleh G20 dalam menjalankan mandat bagi penanganan krisis finansial global dan pembentukan struktur finansial global yang kokoh dan tahan terhadap krisis serupa dimasa yang akan datang. Kluster kedua melihat seberapa jauh G20 sebagai suatu forum dengan jumlah anggota terbatas dapat menjawab persoalan tentang tingkat legitimasi. Kluster ketiga mengkaji akuntabilitas G20 terutama terkait dengan transparansi dan partisipasi dalam proses pembentukan komitmen dan pelaksanaan komitmen serta mekanisme monitoringnya. Kluster keempat melihat pada efektivitas G20 untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan terutama sejak KTT G20 di Washington tahun 2008.
Sejumlah akademisi menyoroti pro dan kontra dalam menanggapi peran G20 yang menunjukkan perdebatan di seputar hakikat forum dengan keanggotaan terbatas ini. G20 adalah forum informal yang terdiri dari negara-negara industri dan emerging economies, ditambah Uni Eropa. Kelompok ini disebut eksklusif karena hanya merangkul 19 negara-bangsa dari sekitar dua-ratus negara-bangsa di dunia dan satu organisasi regional dari puluhan organisasi-organisasi regional yang telah terbentuk di dunia. Pembentukan G20 didasarkan pada argumentasi bahwa upaya untuk mencari solusi bagi masalah global seharusnya melibatkan sejumlah kecil negara-bangsa yang memiliki kekuatan sistemik.
Argumentasi dasar pembentukan ini terlihat eksplisit dalam situs resmi G20 yang menyatakan bahwa “dalam forum seperti G20, sangatlah penting untuk membatasi jumlah negara yang terlibat untuk menjamin efektivitas dan kesinambungan dari aktivitas-aktivitas forum ini”.9 Tidak ada kriteria formal menyangkut keanggotaan G20. Yang selama ini dipertimbangkan sebagai kriteria adalah keterlibatan negara-negara dan kawasan yang memiliki nilai sistemik yang penting bagi sistem finansial internasional. Asumsinya adalah bila perekonomian di negara-negara sistemik ini kuat, struktur finansial global juga akan kuat.
G20 mengklaim memiliki mandat global dan karenanya G20 tidak sekedar menjalankan peran sebagai sebuah forum biasa. Mandatnya adalah untuk memberi kontribusi bagi penguatan arsitektur keuangan internasional dan memberikan kesempatan bagi dialog tentang kebijakan-kebijakan nasional, kerjasama internasional dan lembaga-lembaga keuangan internasional. Melalui dialog ini G20 berharap dapat membantu pertumbuhan dan pembangunan di dunia.G20 bukan hanya memberikan perhatian khusus dalam hal upaya untuk memenuhi harapan setiap anggota forum dan bagaimana dapat memberikan manfaat bagi semua anggota forum. Namun sebagai pemegang mandat global, G20 juga bertanggungjawab untuk memberikan manfaat bagi negara-negara yang tidak diundang dalam forum tersebut.
Argumentasi dasar di balik tanggung-jawab global G20 dapat dikembangkan lebih lanjut di sini. G20 memang sering dilihat sebagai forum yang kecil dalam pengertian jumlah anggotanya. Namun forum ini tentu saja lebih besar dari G7 (ataupun G8) dan forum ini merupakan forum raksasa dalam hal kekuatan ekonomi yang dimiliki anggota-anggotanya, penduduk yang diwakilinya dan tujuan-tujuan utama yang hendak dicapai bersama-sama. Forum ini mewakili sekitar 90 persen produk nasional global, 80 persen perdagangan dunia (termasuk perdagangan di antara negara-negara anggota UE) dan dua pertiga penduduk dunia.10 Dengan indikator-indikator ekonomi yang dimiliki ini, G20 mengklaim memiliki modalitas yang kuat dan pengaruh yang besar bagi pengelolaan perekonomian global dan sistem finansial.
G20 merupakan forum yang berambisi untuk dapat mencapai suatu tujuan yang maha besar. Kebesaran G20 sebagai suatu forum dialog adalah karena forum ini merangkul delapan negara industri maju dan sejumlah negara industri baru dan emerging economies yang pertumbuhan ekonominya sangat baik bahkan dalam situasi krisis. Mandat utama ini menunjukkan suatu ambisi kelompok kecil (dalam hal jumlah anggota) yang berkeinginan untuk menyelesaikan masalah-masalah global yang dihadapi bangsa-bangsa di dunia dengan cara-cara yang efektif.
Kekuatan lain yang dimiliki G20 adalah kemampuannya untuk menghadirkan Direktur Pelaksana International Monetary Fund (IMF), Presiden Bank Dunia dan juga ketua-ketua International Monetary and Financial Committee (IMFC), Development Committee (DC) dalam setiap pertemuan-pertemuan tingkat menteri dan kepada negara. Kehadiran tokoh-tokoh penting dalam lembaga-lembaga keuangan internasional ini memperkuat kelompok 19 negara plus satu organisasi regional tersebut. Kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan dalam forum ini dengan demikian akan dapat diimplementasikan, termasuk kesepakatan menyangkut reformasi lembaga-lembaga finansial internasional.
Ratusan komitmen telah dibuat dalam bidang finansial, perbankan dan perdagangan terutama sejak forum ini meningkatkan levelnya pada tingkat pemimpin (Konferensi Tingkat Tinggi/KTT) di tahun 2008.11 Beberapa contoh komitmen prioritas misalnya adalah kesepakatan untuk memperkuat fleksibilitas nilai tukar (Exchange Rates) dan menahan diri untuk melakukan devaluasi mata uang masing-masing anggota; komitmen negara maju untuk melakukan konsolidasi fiskal dengan menerapkan kebijakan-kebijakan yang jelas, kredibel dan spesifik; komitmen emerging market economies untuk mengadopsi kebijakan makroekonomik untuk meningkatkan ketahanan perekonomian mereka; komitmen untuk menerapkan secara penuh dan tepat waktu agenda reformasi sektor finansial termasuk Basel II dan III sesuai dengan waktu yang telah ditentukan; komitmen untuk mencabut kebijakan proteksionisme dalam perdagangan termasuk pembatasan ekspor dan kebijakan yang tidak konsisten dengan kesepakatan dalam WTO.
Compliance merupakan konsepsi kunci penting untuk dapat membuat tata kelola global berfungsi dengan efektif. Konsepsi ini juga penting untuk menjawab keraguan tentang legitimasi dan membantu organisasi internasional untuk dapat membuat prosesnya menjadi lebih akuntabel. Konsepsi kepatuhan terkait erat dengan implikasi proses pasca pembentukan kesepakatan dalam forum G20. Secara sederhana, compliance dapat didefinisikan ketaatan anggota terhadap komitmen yang telah disepakati dalam proses organisasi. Setiap anggota kemudian akan menempatkan dirinya sebagai ‘implementating actor’, ‘monitoring actor’ dan ‘observance’ dalam pelaksanaan kesepakatan (komitmen).
Posisi ini erat dalam kaitannya dengan bentuk-bentuk kesepakatan yang dibuat dalam forum. Bentuk kesepakatan pertama adalah komitmen prioritas yang telah disepakati seluruh anggota forum untuk dilaksanakan oleh setiap anggota. Bentuk kedua adalah komitmen prioritas yang harus dilaksanakan oleh ‘institusi’ atau stakeholder institusional lain yang terlibat dalam proses pembentukan konsensus. Bentuk ketiga adalah komitmen per-anggota yang dibuat oleh setiap anggota dalam pertemuan, dicatat oleh institusi secara kelembagaan dan kemudian harus dilaksanakan oleh masing-masing anggota organisasi.
Setiap anggota dengan demikian ‘terikat’ untuk melaksanakan komitmen prioritas yang ditetapkan oleh forum untuk dilaksanakan oleh anggota-anggotanya dan untuk melaksanakan komitmennya sendiri yang telah disampaikan dan dicatat oleh institusi. Anggota menjadi pelaksana penerapan komitmen-komitmen tersebut dan sekaligus menjadi ‘lembaga yang berkewajiban untuk memonitor’ pelaksanaannya. Dalam hal institusi menuntut pelaporan pelaksanaan, anggota kemudian berkewajiban untuk menyusun laporan tentang pelaksanaan komitmen prioritas institusi dan komitmen anggota. Bentuk-bentuk pelaksanaan komitmen dapat berupa penyesuaian kebijakan-kebijakan nasional terhadap komitmen institusi jika ternyata sudah ada kebijakan spesifik lama yang mengatur isu spesifik yang dibicarakan dan ditetapkan dalam forum. Pelaksanaan komitmen juga dapat berupa pembentukan aturan-aturan baru jika komitmen tersebut belum diwujudkan dalam bentuk perundang-undangan yang ada.
KTT Toronto bertujuan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang dapat membuka kesempatan kerja (lapangan pekerjaan) yang berkualitas. Tujuan ini tentunya baik dan menjadi harapan semua anggota. Disamping itu KTT di Kanada juga untuk mereformasi dan memperkuat sistem keuangan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi secara kuat, berkelanjutan, dan seimbang.
Namun masih banyak tantangan yang menghadang. Pemulihan ekonomi tidak berimbang, pertumbuhan ekonomi Negara-negara industri sangat lamban dan masih rapuh sehingga perlu dipacu dengan program-program stimulus.Semua pihak juga perlu menjaga keberlanjutan fiskal, khususnya bagi Negara industri yang hutangnya besar. Dengan demikian, diharapkan dapat mengurangi devisit hingga tinggal separuhnya pada tahun 2013 dan menjadi berimbang pada tahun 2016. Tampaknya mereka juga untuk sepakat mendorong perdagangan dan investasi.
Bagi Indonesia yang ekonominya tidak terlalu terseret pada krisis ekonomi global, tentunya kesepakatan tersebut kurang menguntungkan. Sebab, pengetatan fiskal di Negara-negara Industri dapat mengurangi pertumbuhan ekonomi dunia, dan pada gilirannya dapat menghambat kemampuan ekonomi nasional untuk berkembang karena terhambatnya ekspor.
Oleh karena itu Indonesia perlu mengantisipasi pelambatan ekspor ke Negara-negara industri dengan lebih menggarap emerging market country.
Yang jelas, semua Negara tentu juga akan menggarap pasar tersebut sehingga dapat dipastikan persaingan mencari pasar akan makin ketat. Sementara itu daya saing Internasional Indonesia sendiri masih sangat rendah.Tak mengherankan, pasar barang-barang manufaktur Indonesia pun sudah kebanjiran produk luar. Ini kenyataan yang bisa dilihat di pasar. Oleh karena itu, meski Indonesia adalah anggota G-20, namun prioritas kebijakan domestiknya tidak perlu sama dengan arahan G-20. Artinya, Indonesia harus Kreatif dan Inovatif bahwa hasil kesepakatan G-20 perlu disesuaikan dengan kebijakan dalam negeri.
TAHUN
IMPORT
EXPORT
1996
42,928.50
49,814.90
1997
41,679.80
53,443.50
1998
27,336.90
48,647.60
1999
24,003.30
48,665.40
2000
33,514.80
62,124.00
2001
30,962.10
56,320.90
2002
31,288.90
57,158.80
2003
32,550.70
61,028.30
2004
46,524.60
71,584.60
Text Box: Tabel 2.2.1 Tabel Transaksi Ekspor Impor Indonesia Pra dan Pasca G20
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar