Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek
penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan
internasional, perekonomian akan saling terjalin dan tercipta suatu hubungan
ekonomi yang saling mempengaruhi suatu negara dengan negara lain serta lalu
lintas barang dan jasa akan membentuk perdagangan antar bangsa.
Perdagangan internasional merupakan kegiatan yang
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara. Terjadinya
perekonomian dalam negeri dan luar negeri akan menciptakan suatu hubungan yang
saling mempengaruhi antara satu negara dengan negara lainnya, salah satunya
adalah berupa pertukaran barang dan jasa antarnegara.
Perdagangan internasional dapat diartikan sebagai
transaksi dagang antara subyek ekonomi negara yang satu dengan subyek ekonomi
negara yang lain. Adapun subyek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang
terdiri dari warga negara biasa, perusahaan swasta dan perusahaan negara maupun
pemerintah yang dapat dilihat dari neraca perdagangan. Secara umum perdagangan
internasional dapat dibedakan menjadi dua yaitu ekspor dan impor. Ekspor adalah
penjualan barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara ke negara lainnya.
Sementara impor adalah arus kebalikan dari ekspor, yaitu barang dan jasa dari
luar suatu negara yang mengalir masuk ke negara tersebut.
1.1
Pengertian Kebijakan
Perdagangan Internasional
Kebijakan ekonomi internasional adalah berbagai tindakan dan
peraturan yang dijalankan suatau Negara, baik secara langsung maupun tidak.
Yang akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan arah perdagangan internasional
dari / ke Negara tersebut. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi
salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan
tahun (lihat Jalur Sutra, Amber
Road), dampaknya terhadap kepentingan
ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan.
Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran
perusahaan
multinasional.
Namun dalam implementasinya, sering kali perdagangan antar dua
Negara atau lebih sering merugikan Negara yang lemah (less developing countries).
Karena Negara maju sering kali
mendominasi dan memonopoli kesepakatan, sehingga dapat meningkatkan taraf
ketergantungan pada negara maju.
1.2
Latar Belakang
Perdagangan Internasional merupakan salah satu kegiatan ekonomi
atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini yang mengalami perkembangan yang
sangat pesat. Sebagai akibat dari kebijakan yang bersifat restriktif dan
protektif tersebut menimbulkan hambatan-hambatan dalam lalu lintas barang, jasa
maupun modal antar negara di Eropa, mereka berusaha untuk menguasai
negara-negara di Asia dan Afrika dengan cara menerapkan paham merkantilisme.
Sedangkan ciri-ciri masa merkantilis yaitu, perdagangan
rempah-rempah, semakin banyak logam mulia maka semakin makmur suatu negara,
anti impor tetapi harus ekspor dan peredaran uang tinggi. Hal ini menyebabkan
kehidupan perekonomi dan politik di Eropa menjadi semakin meluas dan
terkonsentrasi pada kegiatan perdagangan, bukan saja terhadap perdagangan lokal
dan regional antar negara Eropa, tetapi meluas ke luar Eropa. Selain itu asas
kebebasan kontrak juga merupakan prisip yang mendorong terjadinya liberalisasi
di sektor industri dan perdagangan. Perdagangan internasional telah muncul
sejak masa kuno, dilatarbelakangi oleh berkembangnya spesialisasi dalam hal kebutuhan
dan kegiatan produksi.
Sesudah itu, ahli-ahli ekonomi klasik menganalisis dengan lebih
mendalam lagi peranan perdagangan luar negeri dalam perekonomian. Misalnya,
David Ricardo telah mengemukakan pandangan-pandangan yang lebih logis untuk
menerangkan perlunya perdagangan luar negeri dalam mengembangkan suatu
perekonomian. Teori Ricardo, yang menerangkan mengenai keuntungan yang dapat
diperoleh dari spesialisasi dan perdagangan, merupakan teori yang hingga
sekarang menjadi dasar kepada teori perdagangan luar negeri.
Berdasarkan teori Ricardo tersebut negara-negara digalakkan
menjalankan sistem perdagangan bebas. Yang dimaksud perdagangan bebas disini
adalah sistem perdagangan luar negeri dimana setiap negara melakukan
perdagangan tanpa ada halangan perdagangan. Tidak terdapat sebarang pajak dan
peraturan-peraturan yang melarang ekspor dan impor.
1.3
Instrumen
Kebijakan Perdagangan Internasional
Instrumen kebijaksanaan
perdagangan inernasinoal dibidang ekspor diartikan sebagai berbagai tindakan
dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, baik secara langsu ng maupun tidak
lasung, yang akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan arah transaksi serta
kelancaran usaha untuk peningkatan devisa ekspor suatu negara. Kebijakan
perdagangan internasional di bidang ekspor dikelompokan menjadi 2 macam
kebijakan sebagai berikut:
1.3.1 Kebijakan Ekspor
A. Dalam negeri
v Kebijakan perpajakan dalam bentuk pembebasan keringanan,
pengembalian pajak atau pun pengenaan pajak ekspor/PET untuk barang – barang
ekspor tertentu. Contoh: pajak ekspor atas CPO
v Fasilitas kredit perbankan yang murah untuk mendorong peningkatan
ekspor barang – barang tertantu.
v Penetapan prosedur / tata laksana ekspor yang relatif mudah.
v Pemberian subsidi ekspor, seperti pemberian sertifikat ekspor.
v Pembentukan asosiasi ekspor.
v Pembentukan kelembagaan seperti bounded warehouse (Kawasan Berikat
Nusantara), bounded island Batam, export processing zone.
B. Luar negeri
v Pembentukan International
Trade Promotion Center (ITPC) di berbagai negara, seperti di Jepan (Tokyo),
Eropa, AS.
v Pemanfaatan General System of Preferency atau GSP, yaitu
fasilitas keringanan bea masuk yang diberikan negara – negara industri untuk
barang manufaktur yang berasal dari negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia sebagai salah satu hasil UNCTAD (United Nation Coference on Trade
and Development).
v Menjadi anggota Commodity Association of Producer, seperti OPEC.
v Menjadi anggota Commodity Agreement between Producer and Comsumer,
seperti ICO (International coffe Organization), MFA (Multifibre
Agreement).
1.3.2 Kebijakan Impor
Instrumen kebijakan perdagangan internasional
di bidang impor diartikan sebagai berbagai tindakan dan peraturan yang
dikeluarkan pemerintah, baik secara lansung maupun tidak langsung, yang akan
mempengaruhi struktur, komposisi, dan kelancaran usaha untuk melindungi / mendorong
pertumbuhan industri dalam negeri dan penghematan devisa. Kebijakan perdagangan
internasional di bidang impor dapat dikelompokan menjadi 2 macam kebijakan
sebagai berikut:
A.
Kebijakan Tarif
Barrier
Kebijakan Tarif Barrier atau TB dalam bentuk bea masuk adalah
sebagai berikut :
·
Pembebasan bea
masuk / tarif rendah adalah 0% s.d 5% : dikenakan untuk bahan kebutuhan pokok
dan vital, seperti beras, mesin – mesin
vital, alat – alat militer / pertahanan / keamanan.
·
Tarif sedang
antara >5% s.d 20% : dikenakan untuk barang setengah jadi dan barang –
barang lain yang belum cukup diproduksi di dalam negeri.
·
Tarif tinggi di
atas 20% : dikenakan untuk barang – barang mewah dan barang –barang lain yang
sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan bukan barang kebutuhan pokok.
a.
Kebijakan tarif
dan efek – efek tarif
Tarif adalah pungutan bea masuk yang dikenakan atas barang impor
yang masuk untuk dipakai / dikonsumsi habis di dalam negeri. Dalam
pelaksanaanya, sistem / cara pemungutan tarif bea masuk ini dapat dibedakan
sebagai berikut:
·
Bea harga (Ad
valorem Tarif)
Besarnya
pungutan bea masuk atas barang impor di tentukan oleh tingkat prosentase tarif dikalikan harga CIF dari
barang tersebut (BM = % tarif x Harga CIF). Misalnya, harga CIF suatu
barang X = $100 dan tarif bea masuknya 10 %, sedangkan kurs atau nilai tukar =
Rp. 5.000,00 / USD. Maka pungutan bea masuknya = 10 % x $100 x Rp. 5.000,00 =
Rp. 50,000,00.
·
Bea spesifik
(Specific Tarif)
Pungutan
bea masukini didasarkan pada ukuran atau satuan tertentu dari barang. Di
indonesia sistem tarif ini digunakan sebelum tahun 1991.
·
Bea campuran
(Compound Tarif)
Pungutan
bea masuk ini merupakan kombinasi antara sistem a, dan sistem b.
b.
Tarif normal
dan Tarif Proteksi Efektif
·
Tarif Nominal
Tarif
nominal adalah besarnya prosentase tarif suatu barang tertentu yang tercantum
dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI). Buku Tarif Bea Masuk Indonesia yang digunakan saat ini
adalah buku tarif berdasarkan ketentuan harmonizedsystem atau HS yang
menggunakan penggolongan barang dengan sistem 9 digit penggolongan barang dan
sistem digit ini akan mempermudah dan memperlancar arus perdagangan
internasional karena adanya kesatuan kode barang untuk seluruh negara, terutama
yang telah menjadi anggota World Customs Organization (WCO) yang
bermarkas di brussel.
·
Tarif Proteksi Efektif
Tarif Proteksi Efektif ini disebut juga sebagai Effective
Rate of Protection (ERP), yaitu kenaikan Value Added Manufacturing (VAM)
yang terjadi karena perbedaan antara prosentase tarif normal untuk barang jadi
atau CBU (Completely Built – up) dengan tarif nominal untuk bahan baku /
komponen input impornya atau CKD (Completely Knock Down).
Gambar
1.3 Instrumen Kebijakan Perdagangan Internasional
1.4
Tujuan Kebijakan
Perdagangan Internasional
Tujuan kebijakan perdagangan internasional yang dijalankan oleh
suatu negara dapat dirumuskan sebagai berikut :
a.
Melindungi
kepentingan ekonomi nasional dari pengaruh buruk atau negatif dari kondisi
ekonomi atau perdagangan internasional yang tidak baik atau tidak
menguntungkan.
b.
Melindungi
kepentingan industri dalam negeri
c.
Melindungi
lapangan kerja ( employment )
d.
Menjaga
keseimbangan dan stabilitas balance of payment
e.
Menjaga tingkat
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil
f.
Menjaga
stabilitas nilai tukar / kurs valuta asing.
1.5
Restriksi (
Ketetapan ) dalam Perdagangan Internasional
Organisasi multilateral Internasional adalah organisasi kerja sama
perdagangan Internasional yang anggotanya terdiri dari hampir seluruh negara di dunia. Tujuannya adalah mengikat arus perdagangan internasional dengan
prinsip – prinsip pokok dalam GATT Clftuse adalah sebagai berikut:
a. Prinsip free trade, yaitu prinsip perdagangan bebas dengan
mengilangkan / mengurangi berbagai
hambatari perdagangan internasional, baik yang bersifat Tarif Barrier (TB)
maupun Nontarif Barrier (NTB).
b. Prinsip resprositas (timbal balik) dan nondikriminasi yang
dikenal sebagai Most Favorised Nation Clause (MFNC), yaitu prinsip
multilaterlisasi (ekstenifikasi / instittisionalisasi) dalam perlakuan
(treament) hubungan ekonomi / keuangan / perdagangan internasional dengan
pengecualian sebagai berikut.
·
Hubungan Preferential
history, seperti Commowealth dan France Union.
·
Kesatuan
ekonomi regional, sperti Free Trade Area dan Customs Union.
c. Prinsip nondiskriminasi atau dikenal sebagai Nation Treatment
Clause (NTC), yaitu prinsip memberi perilaku yang sama terhadap produk luar
negeri maupun produk dalam negeri. Misalnya dengan mengenakan tarif PPN yang sama terhadap produk impor maupun
produk lokal.
Hambatan perdagangan adalah regulasi atau peraturan pemerintah yang
membatasi perdagangan bebas. Bentuk bentuk hambatan perdagangan antara lain :
·
Tarif atau bea
cukai adalah pajak produk impor.
·
Kuota. Kuota
membatasi banyak unit yang dapat diimpor untuk membatasi jumlah barang tersebut
di pasar dan menaikan harga.
·
Subsidi.
Subsidi adalah bantuan pemerintah untuk produsen lokal. Subsidi dihasilkan dari
pajak. Bentuk – bentuk subsidi antara lain bantuan keuangan, pinjaman dengan
bungah rendah.
·
Muatan lokal
·
Peraturan
administrasi
·
Peraaturan
antidumping
Hambatan perdagangan mengurangi efisiensi ekonomi, karena
masyarakat tidak dapat mengambil keuntungan dari produktivitas negara lain.
Pihak yang diuntungkan dari adanya hambatan perdagangan adalah produsen dan
pemerintah. Produsen mendapatkan proteksi dari proteksi dari hambatan
perdagangan, sementara pemerintah mendapatkan penghasilan dari bea – bea.
Argumen untuk hambatan perdagangan antara lain perlindungan
terhadap industri dan tenaga kerja lokal. Dengan tiadanya hambatan perdagangan,
harga produk dan jasa dari luar negeri akan menurun dan pemerintah untuk produk
dan jasa lokal akan berkurang. Hal ini akan menyebabkan matinya industri lokal
perlahan – lahan. Alasan lain yaitu untuk melindungi konsumen dari produk –
produk yang dirasa tidak patut di konsumsi, contoh : produk – produk yang telah
diubah secara genetika. Di indonesia, hambatan perdagangan banyak digunakan
untuk membatasi impor pertanian dari luar negeri untuk melindungi petani dari
anjloknya harga lokal.
BAB II
PEMBAHASAHAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam
konteks perekonomian suatu negara, salah satu wacana yang menonjol adalah
mengenai pertumbuhan ekonomi. Meskipun ada juga wacana lain mengenai
pengangguran, inflasi atau kenaikan harga barang-barang secara bersamaan,
kemiskinan, pemerataan pendapatan dan lain sebagainya. Pertumbuhan ekonomi
menjadi penting dalam konteks perekonomian suatu negara karena dapat menjadi
salah satu ukuran dari pertumbuhan atau pencapaian perekonomian bangsa
tersebut, meskipun tidak bisa dinafikan ukuran-ukuran yang lain. Wijono (2005)
menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan
pembangunan.
Salah satu
hal yang dapat dijadikan motor penggerak bagi pertumbuhan adalah perdagangan
internasional. Salvatore menyatakan bahwa perdagangan dapat menjadi mesin bagi
pertumbuhan ( trade as engine of growth, Salvatore, 2004). Jika
aktifitas perdagangan internasional adalah ekspor dan impor, maka salah satu
dari komponen tersebut atau kedua-duanya dapat menjadi motor penggerak bagi
pertumbuhan. Tambunan (2005) menyatakan pada awal tahun 1980-an Indonesia
menetapkan kebijakan yang berupa export promotion. Dengan demikian,
kebijakan tersebut menjadikan ekspor sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan.
Ketika
perdagangan internasional menjadi pokok bahasan, tentunya perpindahan modal
antar negara menjadi bagian yang penting juga untuk dipelajari. Sejalan dengan
teori yang dikemukakan oleh Vernon, perpindahan modal khususnya untuk investasi
langsung, diawali dengan adanya perdagangan internasional (Appleyard, 2004).
Ketika terjadi perdagangan internasional yang berupa ekspor dan impor, akan
memunculkan kemungkinan untuk memindahkan tempat produksi. Peningkatan ukuran
pasar yang semakin besar yang ditandai dengan peningkatan impor suatu jenis
barang pada suatu negara, akan memunculkan kemungkinan untuk memproduksi barang
tersebut di negara importir. Kemungkinan itu didasarkan dengan melihat
perbandingan antara biaya produksi di negara eksportir ditambah dengan biaya
transportasi dengan biaya yang muncul jika barang tersebut diproduksi di negara
importir. Jika biaya produksi di negara eksportir ditambah biaya transportasi
lebih besar dari biaya produksi di negara importir, maka investor akan
memindahkan lokasi produksinya di negara importir (Appleyard, 2004).
2.1 Perdangangan
Internasional
2.1.1 Pengertian Perdagangan
Internasional
Perdagangan
internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara
dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang
dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara
individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan
pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah
satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah
terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra,
Amber Road), dampaknya
terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad
belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi,
globalisasi,
dan kehadiran perusahaan multinasional.
2.1.2 Teori Perdagangan
Internasional
Menurut Amir M.S., bila
dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan
di dalam negeri, perdagangan internasional
sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena
adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan,
misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor.
Selain itu,
kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang,
taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan.
Ada beberapa
model perdagangan internasional diantaranya:
A. Model Ricardian
Model Ricardian
memfokuskan pada kelebihan komparatif
dan mungkin merupakan konsep paling penting dalam teori pedagangan
internasional. Dalam Sebuah model Ricardian, negara mengkhususkan dalam
memproduksi apa yang mereka paling baik produksi. Tidak seperti model lainnya,
rangka kerja model ini memprediksi dimana negara-negara akan menjadi spesialis
secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas. Juga, model
Ricardian tidak secara langsung memasukan faktor pendukung, seperti jumlah
relatif dari buruh dan modal dalam negara.
B. Model
Heckscher-Ohlin
Model Heckscgher-Ohlin
dibuat sebagai alternatif dari model Ricardian dan dasar kelebihan komparatif. Mengesampingkan
kompleksitasnya yang jauh lebih rumit model ini tidak membuktikan prediksi yang
lebih akurat. Bagaimanapun, dari sebuah titik pandangan teoritis model tersebut
tidak memberikan solusi yang elegan dengan memakai mekanisme harga neoklasikal
kedalam teori perdagangan internasional.
Teori ini
berpendapat bahwa pola dari perdagangan internasional ditentukan oleh perbedaan
dalam faktorpendukung. Model ini
memperkirakan kalau negara-negara akan mengekspor barang yang membuat
penggunaan intensif dari faktor pemenuh kebutuhan dan akan mengimpor barang
yang akan menggunakan faktor lokal yang langka secara intensif. Masalah empiris
dengan model H-o, dikenal sebagai Pradoks Leotief, yang
dibuka dalam uji empiris oleh Wassily
Leontief yang menemukan bahwa Amerika Serikat lebih cenderung untuk
mengekspor barang buruh intensif dibanding memiliki kecukupan modal.
C. Faktor
Spesifik
Dalam model
ini, mobilitas buruh antara industri satu dan yang lain sangatlah mungkin
ketika modal tidak bergerak antar industri pada satu masa pendek. Faktor
spesifik merujuk ke pemberian yaitu dalam faktor spesifik jangka pendek dari
produksi, seperti modal fisik, tidak secara mudah dipindahkan antar industri.
Teori mensugestikan jika ada peningkatan dalam harga sebuah barang, pemilik
dari faktor produksi spesifik ke barang tersebut akan untuk pada term
sebenarnya. Sebagai tambahan, pemilik dari faktor produksi spesifik berlawanan
(seperti buruh dan modal) cenderung memiliki agenda bertolak belakang ketika
melobi untuk pengednalian atas imigrasi buruh. Hubungan sebaliknya, kedua
pemilik keuntungan bagi pemodal dan buruh dalam kenyataan membentuk sebuah peningkatan
dalam pemenuhan modal. Model ini ideal untuk industri tertentu. Model ini cocok
untuk memahami distribusi pendapatan tetapi tidak untuk menentukan pola
pedagangan. Jangan dipercaya,bohong tu.
D. Model
Gravitasi
Model gravitasi
perdagangan menyajikan sebuah analisa yang lebih empiris dari pola
perdagangan dibanding model yang lebih teoritis diatas. Model gravitasi, pada
bentuk dasarnya, menerka perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan
interaksi antar negara dalam ukuran ekonominya. Model ini meniru hukum
gravitasi Newton yang juga memperhitungkan jarak dan ukuran fisik di antara
dua benda. Model ini telah terbukti menjadi kuat secara empiris oleh analisa ekonometri.
Faktor lain seperti tingkat pendapatan, hubungan diplomatik, dan kebijakan
perdagangan juga dimasukkan dalam versi lebih besar dari model ini.
2.1.3 Manfaat perdagangan
internasional
Menurut Sadono Sukirno,
manfaat perdagangan internasional adalah sebagai berikut.
Ø Memperoleh barang
yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri
Banyak faktor-faktor yang
memengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut
di antaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya
perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak
diproduksi sendiri.
Ø Memperoleh keuntungan
dari spesialisasi
Sebab utama kegiatan perdagangan
luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh
spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya
dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila
negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
Ø Memperluas pasar dan
menambah keuntungan
Terkadang, para pengusaha
tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena
mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka.
Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan
mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar
negeri.
Ø Transfer teknologi
modern
Perdagangan luar negeri
memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien
dan cara-cara manajemen
yang lebih modern.
2.1.4 Faktor pendorong
Banyak
faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional, di
antaranya sebagai berikut :
Ø Untuk memenuhi kebutuhan
barang dan jasa dalam negeri
Ø Adanya perbedaan
kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam mengolah sumber daya ekonomi
Ø Adanya perbedaan keadaan
seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang
menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya
keterbatasan produksi.
Ø Adanya kesamaan selera
terhadap suatu barang.
2.1.5 Peraturan/Regulasi
Perdagangan Internasional
Umumnya
perdagangan diregulasikan melalui perjanjian bilatera antara dua negara.
Selama berabad-abad dibawah kepercayaan dalam Merkantilisme
kebanyakan negara memiliki tarif tinggi dan banyak
pembatasan dalam perdagangan internasional. pada abad ke 19, terutama di Britania, ada
kepercayaan akan perdagangan bebas menjadi yang terpenting dan
pandangan ini mendominasi pemikiran di antaranegara barat untuk beberapa waktu
sejak itu dimana hal tersebut membawa mereka ke kemunduran besar Britania. Pada
tahun-tahun sejak Perang Dunia II, perjanjian multilateral
kontroversial seperti GATT
dab WTO memberikan
usaha untuk membuat regulasi lobal dalam perdagangan internasional. Kesepakatan
perdagangan tersebut kadang-kadang berujung pada protes dan ketidakpuasan
dengan klaim dari perdagangan yang tidak adil yang tidak menguntungkan secara
mutual.
Perdagangan
bebas biasanya didukung dengan kuat oleh sebagian besar negara yang berekonomi
kuat, walaupun mereka kadang-kadang melakukan proteksi selektif untuk
industri-industri yang penting secara strategis seperti proteksi tarif untuk agrikultur
oleh Amerika Serikat dan Eropa. Belanda dan Inggris
Raya keduanya mendukung penuh perdagangan bebas dimana mereka secara
ekonomis dominan, sekarang Amerika
Serikat, Inggris,
Australia
dan Jepang
merupakan pendukung terbesarnya. Bagaimanapun, banyak negara lain (seperti
India, Rusia, dan Tiongkok) menjadi pendukung perdagangan bebas karena telah
menjadi kuat secara ekonomi. Karena tingkat tarif turun ada juga keinginan
untuk menegosiasikan usaha non tarif, termasuk investasi luar negri langsung,
pembelian, dan fasilitasi perdagangan.
Wujud lain dari biaya transaksi
dihubungkan dnegan perdagangan pertemuan dan prosedur cukai.
Umumnya
kepentingan agrikultur biasanya dalam koridor dari perdagangan bebas dan sektor
manufaktur seringnya didukung oleh proteksi. Ini telah berubah pada beberapa
tahun terakhir, bagaimanapun. Faktanya, lobi agrikultur, khususnya di Amerika
Serikat, Eropa dan Jepang, merupakan penanggung jawab utama untuk peraturan
tertentu pada perjanjian internasional besar yang memungkinkan proteksi lebih
dalam agrikultur dibandingkan kebanyakan barang dan jasa lainnya.
Selama reses ada seringkali
tekanan domestik untuk meningkatkan tarif dalam rangka memproteksi industri
dalam negeri. Ini terjadi di seluruh dunia selama Depresi
Besar membuat kolapsnya perdagangan dunia yang dipercaya memperdalam
depresi tersebut.
Regulasi
dari perdagangan internasional diselesaikan melalui World Trade Organization
pada level global, dan melalui beberapa kesepakatan regional seperti MerCOSUR di Amerika Selatan, NAFTA antara Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko, dan Uni Eropa
anatara 27 negara mandiri. Pertemuan Buenos Aires tahun 2005 membicarakan
pembuatan dari Free Trade Area of America (FTAA) gagal total karena
penolakan dari populasi negara-negara Amerika Latin. Kesepakatan serupa seperti
MAI (Multilateral
Agreement on Invesment) juga gagal pada tahun-tahun belakangan ini.
2.2
Pembahasan
Harus diakui, dewasa ini segala bentuk
perjanjian internasional seakan-akan telah memberikan landasan dan harapan baru
bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang diarahkan dalam rangka percepatan
pengentasan dan penghapusan kemiskinan, terutama bagi negara berkembang dan
miskin, termasuk salah satu adalah bangsa Indonesia. Fenomena ini tentulah
sangat menarik untuk kita coba telaah lebih dalam, terutama dengan maraknya
perjanjian mengenai perdagangan bebas (free trade) yang telah disepakati
oleh bangsa Indonesia sebagai salah satu bentuk kebijakan yang telah diambil,
dimana mungkin penulis mencoba untuk melemparkan suatu pertanyaan sederhana
dalam tulisan ini, apakah benar perjanjian-perjanji an yang telah dibuat itu
memang diarahkan dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi sehingga dapat
mempercepat pengentasan kemiskinan yang telah lama menyelimuti bangsa ini atau
jangan-jangan itu hanyalah sekedar pemanisbelaka untuk memperkuat
proses neokolonialisme dan imprealisme suatu negara terhadap negara lain?
Kalau dilihat kembali mengenai isi
perjanjian perdagangan bebas yang telah dibuat dan disepakati, pada dasarnya
juga menegaskan akan pentingnya suatu produktifitas diiringi dengan asas
persamaan, keadilan, perlindungan hak-hak asasi manusia dan lingkungan hidup,
tetapi lagi-lagi kalau berbica mengenai realita, mungkin ada baiknya meninjau
ulang mengenai kebenaran ditetapkannya asas-asas tersebut. James Petras
dengan cukup kritis pernah mengatakan bahwa wacana-wacana yang selama ini
biasa kita anggap wajar harus dicermati ulang secara kritis. Modus Perdagangan
bebas ini tidak lebih hanya akan menjadi mekanisme penguasaan negara maju
terhadap negara berkembang. Neoliberalisme dan propaganda atas keniscayaan
integrasi pasar ekonomi tidak lebih hanyalah mitos dan klaim yang selalu
dibangun untuk kepentingan relasi imperialis.
Pada prinsipnya perdagangan bebas atau free
trade adalah suatu bentuk penjabaran ekonomi suatu negara yang mekanisme
kebijakan perekonomiannya diserahkan kepada kebijakan pasar dengan meminimalkan
seminim mungkin peran negara bahkan diharapkan sama sekali tidak ada
intervensi/campur tangan dari negara. Prinsip ini berpijak pada teori ekonomi
Adam Smith, seorang filosof dalam bukunya The Wealth of Nations (1776) yang
mengharamkan campur tangan pemerintah dalam mekanisme pasar karena pasar akan
mampu menggenahi dirinya sendiri. Tangan-tangan tak terlihat akan menciptakan
keseimbangan penawaran dan permintaan dalam pasar komoditas maupun pasar
surat-surat berharga (pasar uang dan pasar modal). Intinya adalah akumulasi
modal dengan keniscayaan memperoleh keuntungan semaksimal-maksimal nya karena
pasar mengatur dirinya sendiri. Adam Smith juga dalam bukunya The
wealth of nations mengatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah homo
economicus yang senantiasa mengejar kepentingannya sendiri guna memperoleh
manfaat atau kenikmatan yang sebesar-besarnya dari apa saja yang dimilikinya.
Kalau karakter manusia yang egosentris dan individualistik seperti ini
dibiarkan tanpa campur tangan pemerintah sedikitpun, dengan sendirinya akan
terjadi alokasi yang efisien dari faktor-faktor produksi, pemerataan dan
keadilan, kebebasan, daya inovasi dan kreasi berkembang sepenuhnya. Hal ini
bisa dilihat dari kalau seandainya ada barang dan jasa yang harganya
tinggi sehingga memberikan laba yang sangat besar (laba super normal) kepada
para produsennya maka akan mengundang ketertarikan banyak orang untuk
memproduksi barang yang sama. Akibatnya supply meningkat dan ceteris
paribus harga turun, dan begitu juga seterusnya. Maka dengan prinsip
seperti ini penganut paham inipun menyakini bahwa kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat akan datang dengan sendirinya.
Selain itu, perdagangangan bebas juga
menyakini akan menciptakan kemakmuran bersama semua bangsa yang disebabkan
setidaknya oleh tiga hal yaitu pertama, perdagangan akan menyebabkan
Negara-negara melakukan spesialisai dalam produksi setiap item dimana mereka
secara relative lebih efesien. Inilah yang oleh David Ricardo (salah satu
peletak dasar teori ekonomi klasik) sebagai teori Comparative Advantage.
Sebaliknya, pada sisi koin mata uangnyang sama, pembatasan perdagangan atau
distorsi cenderung menurunkan allocative efficiency. Yang kedua perdagangan
bebas akan menghasilkan efficiency from competition, yang berarti
bahwa dengan terlibat dalam aktivitas perdagangan bebas pemerintah harus
mendorong perusahaan-perusaha an domestik untk bertarung di pasar global, dan
kemudian memaksa mereka agar lebih inovatif. Dengan demikian, pada akhirnya
perusahaan-perusaha n domestik tersebut akan menjadi lebih efesien. Hasil
akhirnya, kompetisis akan melahirkan harga barang yang lebih murah dan
pelayanan terhadap konsumen yang lebih baik. Ketiga, perdagangangan juga
melahirkan apa yang disebut imported efficiency, dalam artian bahwa
pemerintah mau tidak mau harus membuka pasarnya terhadap investasi asing atau
impor teknologi asing dengan harapan akan membawa metode proses produksi yang
lebih efesien.
Dengan adanya pasar bebas setidaknya ekspor
global telah bertumbuh sebesar empat kali lipat, sama hal ya dengan Indonesia,
terutama semenjak ditetapkan kebijakan diadakannya perdagangan bebas sebagai
pemacu pertumbuhan ekonomi, nilai ekspornya melipat hampir mencapai dua sampai
tiga kali lipat tiap tahunnya. Keterbukaan pasar diikuti oleh upah buruh
murah dan penundukan kesadaran politik rakyat guna melancarkan arus investasi,
memang menghasilkan angka pertumbuhan yang tinggi, rata-rata 5-6 persen
per tahun, Namun pertanyaan besarnya, ketika angka-angka itu mengalami
peningkatan, pada saat itu ada baiknya kita bertanya siapa sebenarnya yang
diuntungkan dari semua penaikan angka-angka tersebut? Karena faktanya, mamfaat
dari penaikan angka-angka tersebut hanya dinikmati oleh sekitar 200 pembayar
pajak terbesar di Bangsa ini, sementara itu, mayoritas rakyat terus berkubang
dalam kemiskinan.
Banyaknya para pengamat ekonom yang
menyimpulkan bahwa pada dasarnya  Free Trade Agreement (FTA)
hanyalah ditujukan dalam rangka memperluas pasar dan agenda-agenda neoliberal
semata, dimana dalam rangka mempermudah misinya, semua negara yang terlibat
dalam perjanjian tersebutpun harus secara perlahan-lahan menghapuskan semua
bentuk hambatan atas kelancaran perdagangan dengan pemberian insentif
dan kemudaan bea masuk dengan pajak 0 % serta kemudahan di bidang pertanahan
dan keimigrasian yang diberikan dalam rangka menarik investasi dan perdagangan
asing untuk masuk ke kawasan tersebut. Selain itu adanya perspektif
kritis yang lebih melihat hubungan asimetris pada politik internasional,
memandang perdagangan bebas tidak lebih sebagai bentuk baru penjajahan atau
imperialisme gaya baru Negara maju kepada Negara berkembang atau miskin, di
mana para pemodal dalam skala internasional dengan alih-alih akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi negara lain justru tengah mempraktekkan upaya penghisapan
keringat buruh yang lebih murah di negara lain. Motivasi ini selalu dikemas
dengan konsep strategi diplomasi yang seolah-oleh akan menguntungkan semua
negara dalam tiap negosiasi padahal justru yang terjadi adalah perpecahan
dalam negeri akibat dari ketidakadilan ekonomi dan lingkaran kemiskinan yang
semakin meningkat.
Dalam upaya bersaing dalam pasar bebas tentu
tidak hanya mengandalkan pada hasil prodiksi dan kualitas semata. Perkembangan
dalam dunia It juga merupakan komoditas yang sangat penting. Media IT kini
telah dapat digunakan sebagai media promosi paling efisien dan dapat menjangkau
seluruh dunia. Dengan teknologi, semua kegiatan manusia, baik produksi, pemasaran,
dan promosi dapat dilakukan dengan mudah. Dengan kata lain, kini IT telah
menjdai factor penting dari Negara untuk dapat bersaing dalam dunia
Internasional terutama dalam dinamika pasar bebas yang tengah mengalir deras
saat ini.
2.2.1 Kajian Efektivitas dan Peran G20 Bagi Indonesia
G20 telah diakui oleh para akademisi sebagai suatu
pendekatan terobosan dalam membentuk suatu tata kelola ekonomi global. Forum
yang hanya memiliki 20 anggota ini berusaha membangun pilar-pilar tata
pengaturan ekonomi baru yang kokoh dan tahan terhadap krisis finansial global.
Para akademisi telah memberi perhatian pada beragam isu yang erat terkait
dengan eksistensi G20 dalam proses pembentukan tata kelola ekonomi global yang
saat ini menjadi pusat perhatian G20.
Setidaknya ada lima kluster kajian yang selama ini dikembangkan
oleh komunitas akademik. Kluster pertama melihat rasionalitas pembentukan G20
dan modalitas yang dimiliki oleh G20 dalam menjalankan mandat bagi penanganan
krisis finansial global dan pembentukan struktur finansial global yang kokoh
dan tahan terhadap krisis serupa dimasa yang akan datang. Kluster kedua melihat
seberapa jauh G20 sebagai suatu forum dengan jumlah anggota terbatas dapat
menjawab persoalan tentang tingkat legitimasi. Kluster ketiga mengkaji
akuntabilitas G20 terutama terkait dengan transparansi dan partisipasi dalam
proses pembentukan komitmen dan pelaksanaan komitmen serta mekanisme
monitoringnya. Kluster keempat melihat pada efektivitas G20 untuk mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan terutama sejak KTT G20 di Washington tahun
2008.
Sejumlah akademisi menyoroti pro dan kontra dalam
menanggapi peran G20 yang menunjukkan perdebatan di seputar hakikat forum
dengan keanggotaan terbatas ini. G20 adalah forum informal yang terdiri dari
negara-negara industri dan emerging economies, ditambah Uni Eropa.
Kelompok ini disebut eksklusif karena hanya merangkul 19 negara-bangsa dari
sekitar dua-ratus negara-bangsa di dunia dan satu organisasi regional dari
puluhan organisasi-organisasi regional yang telah terbentuk di dunia. Pembentukan
G20 didasarkan pada argumentasi bahwa upaya untuk mencari solusi bagi masalah
global seharusnya melibatkan sejumlah kecil negara-bangsa yang memiliki
kekuatan sistemik.
Argumentasi dasar pembentukan ini terlihat eksplisit
dalam situs resmi G20 yang menyatakan bahwa “dalam forum seperti G20,
sangatlah penting untuk membatasi jumlah negara yang terlibat untuk menjamin
efektivitas dan kesinambungan dari aktivitas-aktivitas forum ini”.9 Tidak
ada kriteria formal menyangkut keanggotaan G20. Yang selama ini dipertimbangkan
sebagai kriteria adalah keterlibatan negara-negara dan kawasan yang memiliki
nilai sistemik yang penting bagi sistem finansial internasional. Asumsinya
adalah bila perekonomian di negara-negara sistemik ini kuat, struktur finansial
global juga akan kuat.
G20 mengklaim memiliki mandat global dan karenanya G20
tidak sekedar menjalankan peran sebagai sebuah forum biasa. Mandatnya adalah
untuk memberi kontribusi bagi penguatan arsitektur keuangan internasional dan
memberikan kesempatan bagi dialog tentang kebijakan-kebijakan nasional,
kerjasama internasional dan lembaga-lembaga keuangan internasional. Melalui
dialog ini G20 berharap dapat membantu pertumbuhan dan pembangunan di dunia.G20
bukan hanya memberikan perhatian khusus dalam hal upaya untuk memenuhi harapan
setiap anggota forum dan bagaimana dapat memberikan manfaat bagi semua anggota
forum. Namun sebagai pemegang mandat global, G20 juga bertanggungjawab untuk
memberikan manfaat bagi negara-negara yang tidak diundang dalam forum tersebut.
Argumentasi dasar di balik tanggung-jawab global G20
dapat dikembangkan lebih lanjut di sini. G20 memang sering dilihat sebagai
forum yang kecil dalam pengertian jumlah anggotanya. Namun forum ini tentu saja
lebih besar dari G7 (ataupun G8) dan forum ini merupakan forum raksasa dalam
hal kekuatan ekonomi yang dimiliki anggota-anggotanya, penduduk yang
diwakilinya dan tujuan-tujuan utama yang hendak dicapai bersama-sama. Forum ini
mewakili sekitar 90 persen produk nasional global, 80 persen perdagangan dunia
(termasuk perdagangan di antara negara-negara anggota UE) dan dua pertiga
penduduk dunia.10 Dengan indikator-indikator ekonomi yang dimiliki ini, G20
mengklaim memiliki modalitas yang kuat dan pengaruh yang besar bagi pengelolaan
perekonomian global dan sistem finansial.
G20 merupakan forum yang berambisi untuk dapat mencapai
suatu tujuan yang maha besar. Kebesaran G20 sebagai suatu forum dialog adalah
karena forum ini merangkul delapan negara industri maju dan sejumlah negara
industri baru dan emerging economies yang pertumbuhan ekonominya sangat
baik bahkan dalam situasi krisis. Mandat utama ini menunjukkan suatu ambisi
kelompok kecil (dalam hal jumlah anggota) yang berkeinginan untuk menyelesaikan
masalah-masalah global yang dihadapi bangsa-bangsa di dunia dengan cara-cara
yang efektif.
Kekuatan lain yang dimiliki G20 adalah kemampuannya untuk
menghadirkan Direktur Pelaksana International Monetary Fund (IMF), Presiden
Bank Dunia dan juga ketua-ketua International Monetary and Financial Committee
(IMFC), Development Committee (DC) dalam setiap pertemuan-pertemuan tingkat
menteri dan kepada negara. Kehadiran tokoh-tokoh penting dalam lembaga-lembaga
keuangan internasional ini memperkuat kelompok 19 negara plus satu organisasi
regional tersebut. Kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan dalam forum ini
dengan demikian akan dapat diimplementasikan, termasuk kesepakatan menyangkut
reformasi lembaga-lembaga finansial internasional.
Ratusan komitmen telah dibuat dalam bidang finansial,
perbankan dan perdagangan terutama sejak forum ini meningkatkan levelnya pada
tingkat pemimpin (Konferensi Tingkat Tinggi/KTT) di tahun 2008.11 Beberapa
contoh komitmen prioritas misalnya adalah kesepakatan untuk memperkuat
fleksibilitas nilai tukar (Exchange Rates) dan menahan diri untuk
melakukan devaluasi mata uang masing-masing anggota; komitmen negara maju untuk
melakukan konsolidasi fiskal dengan menerapkan kebijakan-kebijakan yang jelas,
kredibel dan spesifik; komitmen emerging market economies untuk
mengadopsi kebijakan makroekonomik untuk meningkatkan ketahanan perekonomian
mereka; komitmen untuk menerapkan secara penuh dan tepat waktu agenda reformasi
sektor finansial termasuk Basel II dan III sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan; komitmen untuk mencabut kebijakan proteksionisme dalam perdagangan
termasuk pembatasan ekspor dan kebijakan yang tidak konsisten dengan
kesepakatan dalam WTO.
Compliance merupakan
konsepsi kunci penting untuk dapat membuat tata kelola global berfungsi dengan
efektif. Konsepsi ini juga penting untuk menjawab keraguan tentang legitimasi
dan membantu organisasi internasional untuk dapat membuat prosesnya menjadi
lebih akuntabel. Konsepsi kepatuhan terkait erat dengan implikasi proses pasca
pembentukan kesepakatan dalam forum G20. Secara sederhana, compliance dapat
didefinisikan ketaatan anggota terhadap komitmen yang telah disepakati dalam
proses organisasi. Setiap anggota kemudian akan menempatkan dirinya sebagai ‘implementating
actor’, ‘monitoring actor’ dan ‘observance’ dalam pelaksanaan
kesepakatan (komitmen).
Posisi ini erat dalam kaitannya dengan bentuk-bentuk
kesepakatan yang dibuat dalam forum. Bentuk kesepakatan pertama adalah komitmen
prioritas yang telah disepakati seluruh anggota forum untuk dilaksanakan oleh
setiap anggota. Bentuk kedua adalah komitmen prioritas yang harus dilaksanakan
oleh ‘institusi’ atau stakeholder institusional lain yang terlibat dalam
proses pembentukan konsensus. Bentuk ketiga adalah komitmen per-anggota yang
dibuat oleh setiap anggota dalam pertemuan, dicatat oleh institusi secara
kelembagaan dan kemudian harus dilaksanakan oleh masing-masing anggota
organisasi.
Setiap anggota dengan demikian ‘terikat’ untuk melaksanakan
komitmen prioritas yang ditetapkan oleh forum untuk dilaksanakan oleh
anggota-anggotanya dan untuk melaksanakan komitmennya sendiri yang telah
disampaikan dan dicatat oleh institusi. Anggota menjadi pelaksana penerapan
komitmen-komitmen tersebut dan sekaligus menjadi ‘lembaga yang berkewajiban
untuk memonitor’ pelaksanaannya. Dalam hal institusi menuntut pelaporan
pelaksanaan, anggota kemudian berkewajiban untuk menyusun laporan tentang
pelaksanaan komitmen prioritas institusi dan komitmen anggota. Bentuk-bentuk
pelaksanaan komitmen dapat berupa penyesuaian kebijakan-kebijakan nasional terhadap
komitmen institusi jika ternyata sudah ada kebijakan spesifik lama yang
mengatur isu spesifik yang dibicarakan dan ditetapkan dalam forum. Pelaksanaan
komitmen juga dapat berupa pembentukan aturan-aturan baru jika komitmen
tersebut belum diwujudkan dalam bentuk perundang-undangan yang ada.
KTT Toronto
bertujuan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang dapat membuka kesempatan
kerja (lapangan pekerjaan) yang berkualitas. Tujuan ini tentunya baik dan
menjadi harapan semua anggota. Disamping itu KTT di Kanada juga untuk
mereformasi dan memperkuat sistem keuangan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi
secara kuat, berkelanjutan, dan seimbang.
Namun masih
banyak tantangan yang menghadang. Pemulihan ekonomi tidak berimbang,
pertumbuhan ekonomi Negara-negara industri sangat lamban dan masih rapuh
sehingga perlu dipacu dengan program-program stimulus.Semua pihak juga perlu
menjaga keberlanjutan fiskal, khususnya bagi Negara industri yang hutangnya
besar. Dengan demikian, diharapkan dapat mengurangi devisit hingga tinggal
separuhnya pada tahun 2013 dan menjadi berimbang pada tahun 2016. Tampaknya
mereka juga untuk sepakat mendorong perdagangan dan investasi.
Bagi Indonesia
yang ekonominya tidak terlalu terseret pada krisis ekonomi global, tentunya
kesepakatan tersebut kurang menguntungkan. Sebab, pengetatan fiskal di
Negara-negara Industri dapat mengurangi pertumbuhan ekonomi dunia, dan pada
gilirannya dapat menghambat kemampuan ekonomi nasional untuk berkembang karena
terhambatnya ekspor.
Oleh karena itu Indonesia perlu mengantisipasi pelambatan ekspor ke Negara-negara industri dengan lebih menggarap emerging market country.
Oleh karena itu Indonesia perlu mengantisipasi pelambatan ekspor ke Negara-negara industri dengan lebih menggarap emerging market country.
Yang jelas, semua
Negara tentu juga akan menggarap pasar tersebut sehingga dapat dipastikan
persaingan mencari pasar akan makin ketat. Sementara itu daya saing
Internasional Indonesia sendiri masih sangat rendah.Tak mengherankan, pasar
barang-barang manufaktur Indonesia pun sudah kebanjiran produk luar. Ini
kenyataan yang bisa dilihat di pasar. Oleh karena itu, meski Indonesia adalah
anggota G-20, namun prioritas kebijakan domestiknya tidak perlu sama dengan
arahan G-20. Artinya, Indonesia harus Kreatif dan Inovatif bahwa hasil
kesepakatan G-20 perlu disesuaikan dengan kebijakan dalam negeri.
TAHUN
|
IMPORT
|
EXPORT
|
1996
|
42,928.50
|
49,814.90
|
1997
|
41,679.80
|
53,443.50
|
1998
|
27,336.90
|
48,647.60
|
1999
|
24,003.30
|
48,665.40
|
2000
|
33,514.80
|
62,124.00
|
2001
|
30,962.10
|
56,320.90
|
2002
|
31,288.90
|
57,158.80
|
2003
|
32,550.70
|
61,028.30
|
2004
|
46,524.60
|
71,584.60
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar