BAB
I
PENDAHULUAN
Sumber
daya manusia (SDM) merupakan elemen utama organisasi dibandingkan dengan elemen
lain seperti modal, teknologi, dan uang sebab manusia itu sendiri yang
mengendalikan yang lain.Membicarakan sumberdaya manusia tidak terlepas dari
kegiatan-kegiatan atau proses manajemen lainnya seperti strategi perencanaan,
pengembangan manajemen dan pengembangan organisasi. Keterkaitan antara
aspek-aspek manajemen itu sangat erat sekali sehingga sulit bagi kita untuk
menghindari dari pembicaraan secara terpisah satu dengan lainnya.
Pelatihan
dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi suatu keniscayaan bagi
organisasi, karena penempatan karyawan secara langsung dalam pekerjaan tidak
menjaminmereka akan berhasil. Karyawan baru sering sering merasa tidak pasti
tentang peranan dan tanggung jawab mereka. Permintaan pekerjaan dan kapasitas
karyawan haruslah seimbang melalui program orietasi dan pelatihan. Keduanya
sangat dibutuhkan. Sekali para karyawan telah dilatih dan telah menguasai
pekerjaannya, mereka membutuhkan pengembangan lebih jauh untuk menyiapkan
tanggung jawab mereka di masa depan. Ada kecenderungan yang terus terjadi,
yaitu semakin beragamnya karyawan dengan organisasi yang lebih datar, dan
persaingan global yang meningkat, upaya pelatihan dan pengembangan dapat
menyebabkan karyawan mampu mengembangankan tugas kewajiban dan tanggung
jawabnya yang lebih besar.
1.1 Pengertian
Training
Wexley
dan Yukl (1976 : 282) mengemukakan “Training
and development are terms reffering to planned efforts designed facilitate the
acquisiton of relevan skills, knowledge, and attitudes by organizational
members”.Selanjutnya Wexley dan Yukl menjelaskan pula “Development focusses more on improving the decision making and human
relation skills of middle and upper level management, while training involves
lower level employees and the presentation of more factual and narrow subject
matter”
Pendapat
Wexley dan Yukl tersebut lebih memperjelas penggunaan istilah pelatihan dan
pengembangan. Mereka berpendapat bahwa pelatihan dan pengembangan merupakan
istilah-istilah yang berhubungan dengan usaha-usaha berencana, yang
diselenggarakan untuk mencapai penguasaan skill, pengetahuan, dan sikap-sikap
pegawai atau anggota organisasi. Pengembangan lebih difokuskan pada peningkatan
kemampuan dalam pengambilan keputusan dan memperluas hubungan manusia (human
relation) bagi manajemen tingkat atas dan manajemen tingkat menengah sedangkan
pelatihan dimaksudkan untuk pegawai pada tingkat bawah (pelaksana).
Pengertian
pelatihan dan pengembangan pegawai, dikemukakan oleh Adrew E. Sikula (1981 :
227) “Training is short-terms educational
procces utilizing a systematic and organized procedure by which nonmanagerial
personnel learn technical knowlegde and skills for a definite purpose.
Development, in reference to staffing and personnel matters, is a long-terms
educational process utilizing a systematic and organized procedure by which
managerial personnel learn conceptual and theoritical knowledge for general
purpose”.Istilah pelatihan ditujukan pada pegawai pelaksana untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis, sedangkan pengembangan
ditujukan pada pegawai tingkat manajerial untuk meningkatkan kemampuan
konseptual, kemampuan dalam pengambilan keputusan, dan memperluas human
relation.
Marihot Tua Efendi H (2002) latihan dan
pengembangan dapat didefinisikan sebagai usaha yang terencana dari organisasi
untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan pegawai.
Selanjutnya mariot Tua menambahkan pelatihan dan pengembangan merupakan dua
konsep yang sama, yaitu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan. Tetapi dilihat dari tujuannya, umumnya kedua konsep tersebut dapat
dibedakan. Pelatihan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan untuk
malakukan pekerjaan yang spesifik pada saat ini, dan pengembangan lebih
ditekankan pada peningkatan pengetahuan untuk melakukan pekerjaan pada masa
yang akan datang, yang dilakukan melalui pendekatan yang terintegrasi dengan
kegiatan lain untuk mengubah perilaku kerja.
Sjafri
Mangkuprawira (2004) pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah proses
mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin
terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai
dengan standar. Sedangkan pengembangan memiliki ruang lingkup lebih luas. Dapat
berupa upaya meningkatkan pengetahuan yang mungkin digunakan segera atau sering
untuk kepentingan di masa depan. Pengembangan sering dikategorikan secara
eksplisit dalam pengembangan manajemen, organisasi, dan pengembangan individu
karyawan. Penekanan lebih pokok adalah pada pengembangan manajemen. Dengan kata
lain, fokusnya tidak pada pekerjaan kini dan mendatang, tetapi pada pemenuhan
kebutuhan organisasi jangka panjang.
1.2 Tujuan
Training
Tujuan
diselenggarakan peltihan dan pengembangan kerja menurut (Simamora:2006:276)
diaeahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja
guna meningkatkan kemampuan, produktivitas dan kesejahteraan. Adapun
tujuan-tujuannya sebagai berikut:
a.
Memperbaiki kinerja karyawan-karyawannya
yang bekerja secara tidak memuaskan karena kekurangan keterampilan merupakan
calon utama pelatihan, kendatipun tidak dapat memecahkan semua masalah kinerja
yang efektif, progaram pelatihan dan pengembangan yang sehat sering berfaedah dalam
meminimalkan masalah ini.
b. Memuktahirkan
keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi. Melalui pelatihan,
pelatih memastikan bahwa karyawan dapat megaplikasikan teknologi baru secara
efektif. Perubahan teknologi pada gilirannya, berarti bahwa pekerjaan
senantiasa berubah dan keahlian serta kemampuan karyawan haruslah dimuktahirkan
melalui pelatihan, sehingga kemajuan teknologi dapat diintgrasikan dalam
organisasi secara sukses.
c. Mengurangi
waktu pembelajaran bagi karyawan baru agar kompoten dalam pekerjaan. Seorang
karywan baru acap kali tidak menguasai keahlian dan kemampuan yang dibutukan
untuk menjadi ”job comotent” yaitu mencapai output dan standar mutu yang
diharapkan.
d. Membantu
memecahkan msalah orperasional. Para manejer harus mencapai tujuan mereka
dengan kelangkaan dan kelimpahan suber daya: kelangkaan sumberdaya finansial
dan sumberdaya teknologis manusia (human tecnilogical resourse), dan
kelimpahan masalah keuangan, manusia dan teknologis.
e. Mempersiapkan
karyawan untuk promosi satu cara untuk menarik, menahan, dan memotivasi
karyawan adalah melalui program pengembangan karir yang sistematis.
Pengembangan kemampuan promosional karyawan konsisten dengan kebijakan
sumberdaya manusia untuk promosi dari dalam: pelatihan adalah unsur kunci dalam
sistem pengembangan karir. Dengan secara berkesinambungan mengembangkan dan
mempromosikan semberdaya manusianya melalui pelatihan, manejer dapat menikmati
karyawan yang berbobot, termotivasi dan memuaskan.
f. Mengorientasikan
karyawan terhadap organisasi, karena alasan inilah, beberapa penyelenggara
orientasi melakukan upaya bersama dengan tujuan mengorientasikan para karyawan
baru terhadap organisasi dan bekerja secara benar.
g. Memenuhi
kebutuhan pertumbuhan pribadi. Misalnya sebagian besar manejer adalah berorientasi
pencapaian dan membutuhkan tantangan baru dipekerjaannya. Pelatihan dan
pengembangan dapat memainkan peran ganda dengan menyediakan aktivitas-aktivitas
yang menghasilkan efektifitas organisasional yang lebih besar dan meningkatkan
pertumbuhan pribadi bagi semua karyawan.
Sedangkan
komponen-komponen pelatihan sebagaimana dijelaskan oleh Mangkunegara (2005)
terdiri dari :
a.
Tujuan dan sasaran pelatihan dan
pengembangan harus jelas dan dapat di ukur
b.
Para pelatih (trainer) harus ahlinya
yang berkualitas memadai (profesional)
c.
Materi pelatihan dan pengembangan harus
disesuaikan dengan tujuan yang hendak di capai.
d.
Peserta pelatihan dan pengembangan
(trainers) harus memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Dalam
pengembangan program pelatihan, agar pelatihan dapat bermanfaat dan
mendatangkan keuntungan diperlukan tahapan atau langkah-langkah yang
sistematik. Secara umum ada tiga tahap pada pelatihan yaitu tahap penilaian
kebutuhan, tahap pelaksanaan pelatihan dan tahap evaluasi. Atau dengan istilah
lain ada fase perencanaan pelatihan, fase pelaksanaan pelatihan dan fase pasca
pelatihan.
Mangkunegara
(2005) menjelaskan bahwa tahapan-tahapan dalam pelatihan dan pengembangan
meliputi :
a. mengidentifikasi
kebutuhan pelatihan / need assesment
b. menetapkan
tujuan dan sasaran pelatihan;
c. menetapkan
kriteria keberhasilan dengan alat ukurnya
d. menetapkan
metode pelatihan
e. mengadakan
percobaan (try out) dan revisi
f. mengimplementasikan
dan mengevaluasi.
1.3 Pokok
Permasalahan
Dari pembahasan singkat di atas dapat ditarik
beberapa pokok permasalahan, diantaranya :
a. Apakah pengertian
pelatihan dan pengembangan ?
b. Mengapa pelatihan dan pengembangan perlu
dilakukan ?
c. Apa saja Manfaat Pelatihan
dan Pengembangan ?
d. Apa saja jenis pelatihan
dan pengembangan ?
e. Teknik - teknik pelatihan dan pengembangan apa saja
yang sering dipakai oleh perusahaan kebanyakan ?
f.
Apa kelemahan pelatihan
dan pengembangan ?
BAB II
METODE
PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
Di dalamduniakerjakitaselalumendengaristilahpelatihankerja (training).PelatihankerjabanyakdigunakanperusahaanuntukmeningkatkanSumberDayaManusia
(SDM)-nya.Memilikikaryawan yang
berpotensitidakmenjaminbahwakaryawantersebutdapatberhasilmelakukanpekerjaannya.Karyawanharusmengetahuidanmemahamisertamenguasaitugasnyadenganbaiksesuaidengankeinginanperusahaansehinggatujuanperusahaantercapai.Gunameningkatkanpotensikerjakaryawanmakaperusahaanmemerlukansuatupelatihankerjabagikaryawannya.
Pelatihankerja yang biasadikenaldenganpelatihanmenurut PP 31
Tahun 2006 tentangSistemPelatihankerjaNasionaladalahkeseluruhankegiatanuntukmemberi,
memperoleh, meningkatkansertamengembangkankompetensikerja, produktivitas,
disiplin, sikap,
danetoskerjapadatingkatketerampilandankeahliantertentusesuaidenganjenjangdankualifikasijabatanataupekerjaan.
Bermacam-macammetodepelatihan yang dapatdigunakanolehperusahaan.
2.1
Landasan
Teori
a. Noe,
Hollenbeck, Gerhart &Wright (2003:251) mengemukakan,“ Training
is a planned effort to facilitate the learning of job-related knowledge,
skills, and behavior by employee “. Hal ini berarti bahwa pelatihan merupakan suatu
usaha yang terencana untuk memfasilitasi pembelajaran tentang pekerjaan yang
berkaitan dengan pengetahuan, keahlian dan perilaku oleh para pegawai.
b. Menurut
Gomes (2003:197), pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performansi
pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya,
atau satu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya
c. Menurut
Robbins, Stephen P, (2001:282), “Training meant formal training
that’s planned in advanced and has a structured format”.
Ini menunjukkan bahwa pelatihan yang dimaksudkan disini adalah pelatihan formal
yang direncanakan secara matang dan mempunyai suatu format pelatihan yang
terstruktur.
d. Menurut
Bernardin dan Russell (1998:172), “ Training is
defined as any attempt to improve employee performance on a currently held job
or one related to it. This usually means changes in spesific knowledges,
skills, attitudes, or behaviors. To be effective, training should involve a
learning experience, be a planned organizational activity, and be designed in
response to identified needs”. Jadi pelatihan didefinisikan
sebagai berbagai usaha pengenalan untuk mengembangkan kinerja tenaga kerja pada
pekerjaan yang dipikulnya atau juga sesuatu berkaitan dengan pekerjaannya. Hal
ini biasanya berarti melakukan perubahan perilaku, sikap, keahlian, dan
pengetahuan yang khusus atau spesifik. Dan agar pelatihan menjadi efektif maka
di dalam pelatihan harus mencakup suatu pembelajaraan atas
pengalaman-pengalaman, pelatihan harus menjadi kegiatan keorganisasian yang
direncanakan dan dirancang di dalam menanggapi kebutuhan-kebutuhan yang
teridentifikasi.
e. Menurut
Gomez-Mejia, Balkin, dan Cardy (2001:259), “Training
is usually conducted when employees have a skill deficit or when an organization
changes a system and employees need to learn new skill”.
Ini berarti bahwa pelatihan biasanya dilaksanakan pada saat para pekerja
memiliki keahlian yang kurang atau pada saat suatu organisasi mengubah suatu
system dan para perlu belajar tentang keahlian baru.
Secara
pragmatis program pelatihan dan pengembangan memiliki dampak positif baik bagi
individu maupun organisasi. Smith (1997) menguraikan profil kapabilitas
individu berkaitan dengan skill yang diperoleh dari pelatihan dan pengembangan.
Seiring dengan pengusaan keahlian atau keterampilan penghasilan yang diterima
individu akan meningkat.
Pada
akhirnya hasil pelatihan dan pengembangan akan membuka peluang bagi
pengembangan karier individu dalam organisasi. Dalam konteks tersebut
peningkatan karier atau promosi ditentukan oleh pemilikan kualifikasi skill.
Sementara dalam situasi sulit dimana organisasi cenderung mengurangi jumlah
karyawannya, pelatihan dan pengembangan memberi penguatan bagi individu dengan
memberi jaminan job security berdasarkan penguasaan kompetensi yang
dipersyaratkan organisasi.
Namun, terdapat
beberapa fenomena organisasional yang dapat dikategorikan sebagai gejala pemicu
munculnya kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Tidak tercapainya standar
pencapaian kerja, karyawan tidak mampu melaksanakan tugasnya, karyawan tidak
produktif, tingkat penjualan menurun, tingkat keuntungan menurun adalah
beberapa contoh gelaja-gejala yang umum terjadi dalam organisasi.
Gejala
yang ditimbulkan oleh kondisi tersebut menurut Blanchard and Huszczo (1986)
mencontohkan terdapat tujuh gejala utama dalam organisasi yang membutuhkan
penanganan yaitu :
a.
Low productivity ( rendahnya produktivitas )
b.
High absenteeism ( tingginya tingkat absensi )
c.
High turnover
d.
Low employee morale ( rendahnya moral karyawan )
e.
High grievances
f.
Strike ( konflik )
g.
Low profitability ( rendahnya tingkat keuntungan yang didapatkan )
Ketujuh
gejala tersebut sangat umum dijumpai dalam organisasi yang dapat disebabkan
oleh setidaknya tiga faktor yang meliputi : kegagalan dalam memotivasi
karyawan, kegagalan organisasi dalam memberi sarana dan kesempatan yang tepat
bagi karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya, kegagalan organisasi memberi
pelatihan dan pengembangan secara efektif kepada karyawan.
2.3 Teknik-teknikPelatihan
Program
latihan menurut Handoko (1995:110) dirancang untuk meningkatkan prestasi kerja,
mengurangi absensi dan perputaran, serta memperbaiki kepuasan kerja. Ada dua
kategori pokok program latihan manajemen:
2.3.1
Teknik On The Job Training
Program
latihan menurut Handoko (1995:110) dirancang untuk meningkatkan prestasi kerja,
mengurangi absensi dan perputaran, serta memperbaiki kepuasan kerja. Ada dua
kategori pokok program latihan manajemen.Metode
on the job adalah pelatihan yang menggunakan situasi dalam pekerjaan. Di sini
karyawan diberi pelatihan tentang pekerjaan baru dengan supervisi langsung
seorang pelatih yang berpengalaman (biasanya karyawan lain).
Di
dalam On the job Training, dibagi dalam beberapa metode, yaitu :
a.
Job Instruction Training (Latihan
Instruktur Pekerjaan)adalah dengan memberikan petunjuk-petunjuk pekerjaan
secara langsung pada pekerjaan dan terutama digunakan untuk melatih para
karyawan tentang cara-cara pelaksanaan pekerjaan sekarang. Pada metode ini didaftarkan
semua langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pekerjaan sesuai dengan
urutannya.
b.
Job Rotation (Rotasi Pekerjaan)Dalam
rotasi jabatan karyawan diberikan kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan pada
bagian-bagian organisasi yang berbeda dan juga praktek berbagai macam
ketrampilan dengan cara berpindah dari satu pekerjaan atau bagian ke pekerjaan
atau bagian lain.
c.
Apprenticeships, Merupakan proses belajar dari
seseorang atau beberapa orang yang lebih berpengalaman. Metode ini digunakan
untuk mengembangkan keahlian perorangan, sehingga para karyawan yang
bersangkutan dapat mempelajari segala aspek dari pekerjaannya.
d.
Coaching, adalah suatu cara pelaksanaan
pelatihan dimana atasan mengajarkan keahlian dan ketrampilan kerja kepada
bawahannya. Dalam metode ini pengawas diperlukan sebagai petunjuk untuk
memberitahukan kepada peserta mengenai tugas atau pekerjaan rutin yang akan
dilaksanakan dan bagaimana cara mengerjakannya.
e.
Demonstration and
example / demonstrasi dan pemberian contoh. Dalam metode ini pelatih harus
memberi contoh/memperagakan cara melakukan pekerjaan/cara bekerja suatu
alat/mesin. Sangat efektif karena peserta mendapat teori dan praktek secara
langsung sehingga memudahkan transfer belajar. Selain itu metode ini juga tidak
membutuhkan fasiltas yang terpisah. Namun, kelemahan dari metode demonstrasi
dan pemberian contoh adalah peserta/karyawan turut campur dengan pekerjaan
sehingga jika melakukan keslahan dapat merusak peralatan yang ada dan
menghambat pekerjaan.
f.
Penugasan sementara, Penempatan peserta/karyawan pada
posisi manajerial atau anggota panitia tertentu untuk jangka waktu yang
ditetapkan. Peserta terlibat dalam pengambilan keputusan dan pemecahan
masalah-masalah organisasional nyata. Kelebihan dari metode penugasan sementara
adalah peserta/karyawan diberikan tanggung jawab secara langsung sehingga
peserta/karyawan bekerja dengan serius. Kelemahnnya adalah tentang pemberian
waktu yang relatif singkat.
2.3.1.1 Tujuan On The Job Training
Beberapa tujuan
yang ingin dicapai dalam
pelaksanaan On the job training:
a.
Memperoleh pengalaman langsung (bagi
karyawan baru) mengenal jenis pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan.
b. Mengamati
secara langsung apa yang menjadi tanggung jawabnya, melihat apa yang harus dikerjakan,
mempu menunjukkan apa yang dikerjakan (salah dan benar) kemudian mampu
menjelaskan tentang apa yang dikerjakan.
c. Meningkatkan
kemampuan dan keterampila dengan jelas, mengamati, melihat, dan mengerjakan
sendiri dibawah bimbingan supervisor.
d. Meningkatkan
kecpatan menyelesaikan suatu pekerjaan dengan mengulang-ulang jenis pekerjaan
yang sama disertai kepercayaan diri.
e. Meningkatkan
diri mulai dari tingkat dasar, terampil dan akhirnya menjadi mahir.
2.3.1.2 Ciri-Ciri On The Job Training
a. Dilaksanakan
di tempat kerja
b. Dilaksanakan
pada setiap karyawan baru pindah kebagian lain (mutasi), yang berganti tugas
dan tanggung jawabnya, karyawan yang menunjukkan prestasi kurang baik dalam
pekerjaannya.
c. Dilaksanakan
untuk memberikan kecakapan yang diperlukan dalam pekerjaan tertentu sesuai
dengan tuntutan kemampuan bagi pekerjaan tersebut sebagai alat untuk menaikkan
jabatan.
d. Pengetahuan/keterampilan
berupa pengalaman (praktik langsung)
e. Dilaksanakan
secara individual
f. Biaya
relatif kecil
2.3.1.3
Langkah
Untuk Mendukung Berhasilnya On The Job Training ( OJT )
Dibawah
ini beberapa langkah untuk membantu keberhasilan pelatih dalam pelatihan On The
Job Training
Langkah 1. Persiapkan orang yang
belajar
a.
Buatlah karyawan yang merasa tidak
nyaman itu merasa nyaman, jangan sampai ada ketegangan
b. Jelaskan
mengapa mereka harus belajar
c. Doronglah
minat mereka untuk bertanya, carilah apa yang telah diketahui oleh mereka
tentang pekerjaan
d. Jelaskan
proses seluruh pekerjaan dan hubungkan beberapa pekerjaan yang telah diketahui
oleh pekerja itu
e. Tempatkan
karyawan tersebut
pada posisi kerja yang normal
f. Perkenalakan
peralatan, bahan, perangkat, dan syarat administratif
Langkah2Perlihatkan cara
melaksanakan pekerjaan
a.
Jelaskan persyaratan kuantitas dan
kualitasnya
b. Lakukan
pekerjaan itu dengan kecepatan kerja yang normal
c. Lakukan
pekerjaan itu dengan kecepatan lambat untuk beberapa kali, agar dapat
menjelaskan setiap langkahnya. Sambil melaksanakannya, jelaskan bagian-bagian
yang sulit atau bagian dimana kesalahn mungkin terjadi
d. Sekali
lagi ulangi pekerjaan itu dengan kecepatan lambat beberapa kali, jelaskan
hal-hal yang penting
e. Biarkan
orang itu menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan saat anda melakukan
pekerjaan itu dengan kecepatan lambat
Langkah 3 Lakukanlah uji coba
a.
Biarkan karyawan tersebut melakukan pekerjaan yang diberikan beberapakali, secara
perlahan, sambil menjelaskan setiap langkahnya kepada Anda. Perbaikilah
kesalahannya, dan bila perlu, lakukanlah beberapa langkah rumit berulang kali
b. Lakukanlah
pekerjaan itu dengan kecepatan normal
c. Biarkan
orang itu melakukan pekerjaan tersebut secara bertahap sehingga akan semakin
terampil dan semakin cepat
d. Setelah
orang tersebut nampaknya mampu melakukan pekerjaan, biarkan dia mengerjakannya,
tetapi jangan ditinggalkan
Langkah 4 Tindak-Lanjut
a.
Beri tahukan kepada siapa dia harus
meminta tolong
b. Secara
bertahap kurangilah pengawasan, periksalah pekerjaannya dari waktu ke waktu berdasarkan
standar kualitas dan kuantitas
c. Perbaiki
pola kerja yang salah sebelum terlanjur menjadi kebiasaan. Buktikan bahwa
metode yang dipelajari lebih baik
d. Berikan
pujian untuk pekerjaan yang baik; doronglah karyawan tersebut agar dia mampu
memenuhi standar kualitas dan kuantitas.
2.3.1.4
Rancangan Salah Satu Metode On The Job
Training Pada Perusahaan
Desain
suatu program pelatihan di tempat kerja dapat dilakukan dengan berbagai cara,
misalnya :
a.
Mengembangkan kemampuan karyawan dengan
memberikan beberapa tugas, bukan hanya satu tugas, disini dapat terlihat
bagaimana kemampuannya menjalankan berbagai tugas (multi tasks),
b. Melakukan
rotasi pekerjaan agar dapat dipertahankan tingkat ketrampilan,
c. Membagi
pekerjaan orang lain untuk dikerjakan bersama, agar dapat dipertahankan tingkat
ketrampilan yang merata.
d. Job
shadowing, disini bisa saja seorang pekerja yunior menjadi asisten dari pekerja
senior atau sebaliknya pekerja senior mempelajari apa yang dilakukan oleh
pekerja yuniornya,
e. Membuat
suatu tim untuk melakukan pekerjaan bersama,
f. Memperluas
pekerjaan seseorang, misalnya dengan memberikan kewenangan tambahan seorang
operator mesin untuk bertanggung jawab terhadap perawatan mesin yang
digunakannya.
g. Seorang
karyawan menjadi mentor atau pendamping dari karyawan yang baru masuk,
h. Melibatkan
seseorang untuk melakukan pekerjaan yang sifatnya projek sementara,
i.
Memberi kesempatan bagi seseorang
menjadi ketua tim dari proyek diluar pekerjaannya, ini untuk mengetahui juga
apakah ia cocok atau mempunyai minat dibidang lainnya dan juga kualitas
kepemimpinannya. Bisa saja pekerja yang lebih yunior menjadi ketua team dengan
anggota pekerja yang sudah senior bahkan bosnya sendiri. Jadi dengan
menggunakan berbagai pendekatan untuk meningkatkan ketrampilan ditempat kerja
dapat dicapai suatu bentuk standar pelatihan kerja. Adanya pelatihan ditempat
kerja juga dapat bermanfaat untuk menarik karyawan baru yang ingin bergabung
karena mengetahui di perusahaan itu mempunyai pelatihan kerja yang baik. Begitu
juga pekerja lama mereka betah ditempat kerja karena selalu mendapat kesempatan
mengembangkan diri.
2.3.1.5
Program On The Job Training Harus
Mempunyai Metode Masa Pembelajaran Yang Di Kembangkan Secara Hati Hati
Pembelajaran
ini biasanya di lalui oleh beberapa langkah,yaitu :
·
Pentraining mengobservasikan pegawai
yang lebih berpengalaman dan lebih ahli dalam melaksanakan tugas tugas yang
berhubungan dengan pekerjaannya.
·
Prosedur prosedur dan tehnik yang
digunakan didiskusikan terlebih dahulu sebelum,selama,sesudah si pentrainer
telah mendemontrasikan tugas tugas yang berhubungan dengan pekerjaan itu di
laksanakan
·
Ketika si trainer sudah melihat pegawai
yang di latihnya sudah mampu,maka yang di training mampu melakukan semua tugas
tugasnya. Si pentraining menyediakan bantuan dan feed back yang secara
berkelanjutan.
·
Pegawai yang di latih,pelan pelan mulai
di berikan pekerjaan yang lebih untuk di laksanakan hingga mereka bisa dengan
benar malaksanakan seluruh pekerjaan mereka.
Ketika
seorang karyawan telah terpilih menjadi seorang pelatih maka dia harus
memperhatikan beberapa hal diantaranya sebagai berikut :
a.
prinsip belajar orang dewasa yakni orang
dewasa membawa pengalaman dalam situasi belajar, orang dewasa menyukai variasi,
orang dewasa ingin belajar, orang dewasa belajar terbaik dengan
bekerja/praktek, memperlakukan orang dewasa dengan dewasa dan memastikan
pelatihan yang praktis.
b. Kedua,
pelatih OJT haus mempunyai keterampilan umum yakni phisik kehadiran,
pengamatan, mau mendengarkan pada trainee dan melakukan pertanyaan
pada trainee.
c. Ketiga,
keterampilan pelatihan langkah demi langkah artinya pelatih OJT harus
mengimplementasikan 3 tahapan program yakni perencanaan, menyiapkan dan
mempresentasikan.
d. Keempat,
keterampilan penanganan masalah yakni pelatih OJT harus diberi bimbingan
didalam penanganan situasi jika pada saat itu ada suatu masalah yang
mereka hadapi. Contoh situasinya adalah takut gagal, kemarahan ke arah pelatih
dan issue di luar pelatihan.
2.3.2
Teknik
Off The Job Training
Metode
off the job training adalah metode pelatihan dengan menggunakan situasi di luar
pekerjaan. Umumnya digunakan apabila target yang perlu dicapai banyak.Ciri off
the job training menurut Sulastri, 2009 yaitu :
“…dilaksanakan dalam
suatu ruangan/kelas, dilaksanakan terpisah pada lokasi terpisah dengan tempat
kerja, dilaksanakan pada karyawan yang bekerja tetap untuk mengembangkan diri
dan mengembangkan karir, dipergunakan apabila banyak pekerja yang harus dilatih
dengan cepat seperti halnya dalam penguasaan pekerjaan, pengetahuan atau
keterampilan berupa konsep atau teori, biaya relative besar”
Sedangkan
tujuan dari off the job training, juga dikutip dari Sulastri, 2009 adalah:
“…meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan karyawan, lebih focus pada pengalaman belajar,
mempunyai kesempatan untuk bertukar pengalaman dengan karyawan lainnya dari lur
lingkungan unit kerjanya, mendapatkan ide-ide baru yang dapat dibawa kembali ke
tempat kerjanya, serta memperoleh wawasan yang lebih luas”
2.3.2.1
Kelebihan
dan Kekurangan Off The Job Training
Kelebihan:
a.
Pelatihan tidak akan mengganggu proses
pekerjaan
b.
Metode tertentu dapat digunakan secara
jarak jauh
c.
Peserta pelatihan dapat saling
berinteraksi, bertukar pengalaman dan saling memahami
d.
Lebih efektif untuk target peserta
pelatihan dalam jumlah banyak dan cepat
Kelemahan:
a.
Karyawan tidak melakukan pekerjaan yang sesungguhnya
b.
Pelatihan tidak dilaksanakan di dalam
lingkungan kerja yang sesungguhnya
c.
Pelatihan dilaksanakan dalam kondisi
buatan dan membutuhkan fasilitas pelatihan khusus.
d.
Beberapa metode membutuhkan biaya
yang mahal
2.3.2.2
Bentuk-bentuk
Off the Job Training
a.
Lecture
Adalah metode pelatihan
dengan menggunakan system kuliah ceramah untuk menyampaikan informasi tertentu
kepada pegawai. Kelebihan metode ini adalah biaya yang diperlukan relatif
murah, waktu pelatihan cepat, materi yang diberikan relatif lengkap dan dapat digunakan untuk
melatih banyak orang sekaligus. Namun metode kuliah ini kurang efektif untuk
peserta pelatihan yang tingkat minatnya kecil dan pemahamannya rendah karena kurangnya penerapan prinsip-prinsip
belajar seperti partisipasi, repetisi, pengalihan dan umpan balik, dan
terkadang membuat peserta pelatihan menjadi jenuh dan malas untuk mengikuti
pelatihan secara total.
b.
Video
Presentation
Adalah metode pelatihan
yang hampir
mirip dengan lecture, hanya saja
dalam prosesnya menggunakan video dan atau slide presentasi. Beberapa sumber menyebutkan bahwa video presentation adalah bagian dari lecture, beberapa yang lain tidak,
karena beranggapan bahwa lecture
adalah metode yang hanya mengandalkan kuliah ceramah tanpa bantuan media
presentasi.
Kekuatan dari metode ini adalah adanya variasi dalam tampilan kuliah
ceramah. Peserta pelatihan dapat dibuat lebih tertarik dengan apa yang
disajikan oleh presentator, serta membantu peningkatan pemahaman karena
biasanya dalam video dan atau slide presentasi ditambahkan animasi-animasi
tertentu sebagai gambaran materi yang dijelaskan. Sedangkan kelemahan dari
metode ini hampir sama juga dengan metode lecture,
yaitu kemungkinan kurangnya penerapan prinsip-prinsip belajar seperti
partisipasi, repetisi, dan umpan balik.
c.
Vestibule training
Adalah metode pelatihan untuk meningkatkan keterampilan, terutama
yang bersifat teknikal, di tempat pekerjaan, akan tetapi tanpa mengganggu
aktivitas kerja sehari-hari. Scenario penggunaannya adalah sebagai berikut :
Misalkan sebuah organisasi akan melakukan vestibule
training. Organisasi akan menyediakan lokasi tertentu dalam organisasi
untuk “meniru” kegitan-kegiatan yang berlangsung dalam organisasi yang
bersangkutan. Akan tetapi, karena lokasi “meniru” itu disediakan di tempat
khusus, kegiatan-kegiatan sebenarnya tidak terganggu sama sekali.
Kelebihan dari metode
ini adanya penerapan
partisipasi, pengalihan keterampilan, dan repetisi sebagai prinsip belajar.
Disamping itu, peserta pelatihan dapat segera menerima umpan balik tentang
hasil pelatihan yang baru saja diikutinya. Melalui metode ini,
peserta dapat terhindar dari tekanan dan kebingungan sehingga dapat lebih
berkonsentrasi pada materi. Manfaat
lain yang tidak kalah penting ialah bahwa jika pegawai yang sedang mengikuti
pelatihan berbuat kesalahan dalam “pelaksanaan tugas”, kesalahan itu dapat
segera diperbaiki tanpa merusak citra organisasi. Sehingga organisasi
dapat
terhindar dari kerugian akibat kesalahan yang mungkin dilakukan pekerja dalam pekerjaan yang sebenarnya. Sayangnya, kelemahan dari metode ini adalah perlunya
ketersediaan perusahaan/organisasi dalam menyiapkan ruangan khusus sebagai
sarana pelatihan yang tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
d.
Role playing
Adalah metode pelatihan
dengan teknik memainkan peran tertentu dalam suatu situasi kerja. Pegawai
kemudian diminta untuk memberikan response terhadap peran yang lain, memberikan
sejumlah tanggapan berupa kritikan atau pujian yang membangun. Metode ini biasanya
digunakan untuk sensivity job, dengan sasaran pelatihan terutama bukan untuk
meningkatkan keterampilan, melainkan yang menyangkut keperilakuan, terutama
yang berwujud kemampuan menumbuhkan sikap empati dan melihat sesuatu dari
“kacamata” orang lain.
Teknik penggunaannya ialah dengan mengharuskan peserta pelatihan
terlibat dalam suatu “permainan” dimana seseorang memainkan peranan pihak lain
tertentu. Misalnya, agar seorang pegawai memahami pandangan dan cara kerja
manajernya, maka pegawai tersebut melakukan “role play” sebagai manajer dan menyelesaikan masalah tertentu
dengan orang lain yang berperan sebagai pegawai/bawahannya. Teknik ini sering
pula digunakan jika yang menjadi sasaran ialah peningkatan kemampuan
menyelesaikan konflikdan melakukan interaksi positif dengan orang lain yang
mungkin berbeda dalam berbagai hal, seperti latar belakang social, pendidikan,
daerah asal, dan lain-lain.
Kekuatan dari metode ini adalah dapat membentuk rasa
toleransi antar pegawai karena telah mengetahui persamaan dan perbedaan dari
masing masing individu serta mengembangkan kreativitas yang potensial dari
pegawai, karena telah mengetahui
karakteristik dari pekerjaannya. Kelebihan lainnya, metode ini memberikan kesempatan
kepada peserta untuk berlatih kemampuan verbal, belajar memberikan pandangan
terhadap tingkah laku dan nilai-nilai yang berhubungan dengan hubungan antar
manusia, mengembangkan kepercayaan diri dan keberanian peserta dalam membuat
suatu keputusan. Kelemahannya adalah pengalaman pelatihan kadang tidak sesuai
dengan kondisi di lapangan, terkadang metode ini ditangkap sebagai hiburan
semata sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai, dan juga memerlukan banyak
waktu.
e.
Case study
Adalah metode pelatihan
dengan prinsip penyelesaian kasus
tertulis.
Penggunaan studi kasus
sebagai instrument pelatihan dapat mempunyai dua makna. Pertama, peserta
pelatihan mempelajari situasi problematic tertentu dengan proses penyelesaian
dari orang lain. Kedua, peserta pelatihan menganalisis situasi problematic
sendiri dan menemukan solusi terbaik penyelesaian masalah.
Penggunaan metode studi kasus sering diberikan kepada manajer atau calon
manajer untuk mengasah kemampuan dalam mengambil keputusan dan atau
menyelesaikan masalah. Adapun kekuatan dari metode ini adalah adanya kesempatan
berlatih untuk memunculkan skill dalam menginterpretasikan data dan daya nalar
yang digunakan. Sedangkan kelemahannya adalah terkadang beberapa orang
menyepelekan dan tidak menyukai latihan dengan teknik tertulis yang dirasa
kurang riil dengan situasi pekerjaan sesungguhnya.
f.
Simulation
Pengertian simulation menurut
Sondang (1999), adalah :
“…suatu bentuk pelatihan
dengan menggunakan suatu alat mekanikal yang identik betul dengan alat yang
akan digunakan oleh peserta pelatihan dalam tugasnya”
Metode simulasi berbeda dengan vestibule
training karena metode simulasi lebih menekankan pada penguasaan penggunaan
alat mekanikal yang persis sama dengan yang akan digunakan saat bekerja,
sedangkan vestibule training
memusatkan tujuan pelatihan pada peningkatan keterampilan yang bersifat
teknikal.
Contoh dari penerapan metode simulasi ini adalah pelatihan yang
ditujukan bagi seorang pilot. Salah satu bagian penting dari pelatihan,
misalnya adalah bagaimana cara menerbangkan pesawat dalam ruangan simulasi.
Hal-hal yang harus dipahami contohnya tentang bagaimana cara menghidupkan
mesin, meminta ijin meninggalkan apron menuju landasan pacu, tinggal landas,
terbang dalam berbagai cuaca dan segala bentuk situasi yang nantinya mungkin
akan dihadapi saat bekerja.
Kekuatan dari metode ini adalah peserta pelatihan dapat menguasai dan
menyelesaikan masalah dalam berbagai keadaan, karena sebelumnya pernah
“mengalami” hal sama, meskipun dalam keadaan simulasi. Sedangkan kelemahannya,
karena mekanikal yang digunakan untuk pelatihan identik dengan yang ada pada
lapangan kerja, tentu saja membutuhkan biaya yang lebih mahal.
g.
Self study
Inti dari metode ini
adalah pembelajaran terhadap informasi kerja yang dilakukan secara mandiri oleh
pegawai. Banyak
organisasi yang mendorong pegawainya untuk belajar sendiri, akan tetapi
terkendali melalui proses belajar yang terprogram. Organisasi dapat menyediakan
bahan pelajaran yang beraneka ragam bentuknya, seperti buku pedoman, buku
petunjuk, rekaman video, slide presentasi atau yang lainnya yang kesemuanya
mengandung bahan-bahan pelajaran yang dianggap penting dikuasai oleh pegawai.
Kekuatan dari metode pelatihan ini adalah
penyesuaian kecepatan belajar dapat
disesuaikan dengan kecepatan pemahaman
masing-masing pegawai, serta penghematan biaya untuk perusahaan yang memiliki
jumlah pekerja yang banyak dan tersebar di beberapa daerah yang berbeda. Kelemahannya, dalam metode ini susah dilakukan
pemantauan secara merata dan umpan balik secara konsisten antara penyelia
dengan pegawai yang diberikan pelatihan.
h.
Programmed learning
Inti dari metode ini adalah penggunaan prinsip
memberikan pertanyaan kepada peserta
pelatihan. Metode ini dilakukan secara otomatis dengan membuat program khusus
pada computer yang memungkinkan adanya umpan balik penyelesaian secara langsung
pada setiap pertanyaan yang telah dijawab.
Kekuatan dari program ini adalah adanya pengetahuan lebih yang dimiliki
pegawai terkait informasi-informasi perusahaan, atau pemecahan masalah tertentu
yang terdapat dalam pelatihan. Biaya yang dikeluarkan juga relative lebih
murah, karena sarana yang digunakan dapat ditekan seminimal mungkin, dengan
hanya menyediakan program khusus dalam computer. Kelemahannya, tidak semua
peserta pelaihan dapat menggunakan computer atau memiliki skill yang tinggi
dalam pengoperasian IT. Kejenuhan juga dapat terjadi karena efek melihat layar
monitor yang terlalu lama.
i.
Laboratory training
Metode ini dikembangkan
dalam bentuk latihan kelompok. Latihan ini dapat digunakan untuk mengembangkan
sensitivitas antar anggota kelompok yang nantinya dapat diterapkan pada
lingkungan kerja.
Metode ini hampir sama dengan role playing, hanya saja dalam laboratory
training dilakukan dengan jumlah orang yang lebih banyak (berkelompok).
Kekuatan dari metode ini adalah timbulnya rasa saling memahami antar
anggota kelompok, sedangkan kelemahannyaadalah lamanya proses pelatihan yang
tidak dapat diprediksi akurat penyelesaian targetnya, karena setiap individu
memiliki tingkat penyesuaian diri dan pemahaman akan orang lain yang
berbeda-beda.
Metode
yang telah dipaparkan diatas memiliki karakteristik tersendiri dengan kelebihan
dan kekurangannya masing-masing sehingga pemilihan penggunaan metode yang
paling baik adalah dengan memilih metode yang paling sesuai dengan kebutuhan
dan kondisi sebuah organisasi.
2.3.3
Evaluasi
Hasil Training dan Pengembangan SDM
Kegiatan
penilaian kinerja sendiri dimaksudkan untuk mengukur kinerja masing-masing
tenaga kerja dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas kerja, sehingga
dapat diambil tindakan yang efektif semisal pembinaan berkelanjutan maupun
tindakan koreksi atau perbaikan atas pekerjaan yang dirasa kurang sesuai dengan
deskripsi pekerjaan. Penilaian kinerja terhadap tenaga kerja biasanya dilakukan
oleh pihak manajemen atau pegawai yang berwenang untuk memberikan penilaian
terhadap tenaga kerja yang bersangkutan dan biasanya merupakan atasan langsung
secara hierarkis atau juga bisa dari pihak lain yang diberikan wewenang atau
ditunjuk langsung untuk memberikan penilaian. Hasil penilaian kinerja tersebut
disampaikan kepada pihak manajemen tenaga kerja untuk mendapatkan kajian dalam
rangka keperluan selanjutnya, baik yang berhubungan dengan pribadi tenaga kerja
yang bersangkutan maupun yang berhubungan dengan perusahaan.
Dalam
melakukan penilaian kinerja terhadap seorang tenaga kerja, pihak yang berwenang
dalam memberikan penilaian seringkali menghadapi dua alternatif pilihan yang
harus diambil: pertama, dengan cara memberikan penilaian kinerja berdasarkan
deskripsi pekerjaan yang telah ditetapkan sebelumnya; kedua, dengan cara
menilai kinerja berdasarkan harapan-harapan pribadinya mengenai pekerjaan
tersebut. Kedua alternatif diatas seringkali membingungkan pihak yang berwenang
dalam memberikan penilaian karena besarnya kesenjangan yang ada diantara kedua
alternatif tersebut sehingga besar kemungkinan hanya satu pilihan alternatif
yang bisa dipergunakan oleh pihak yang berwenang dalam melakukan penilaian
2.3.3.1 Pengertian Evaluasi Pelatihan dan Pengembangan
Evaluasi
pelatihan dan pengembangan menurut ahli:
“ Pengetahuan
yang diperoleh melalui pelatihan diketahui dengan mengukur seberapa besar
pengetahuan diperoleh setelah pelatihan dilakukan.”
(Marihot Tua Efendi Hariandja. 2002)
“...untuk
menilai secara menyeluruh mengenai segenap elemen program pelatihan yang
meliputi:materi, metode, instruktur, alat bantu, waktu, tempat pnyelenggaraan,
dan lain-lainnya.”
(Aso
Sentana. 2004)
Kesimpulan dari definisi evaluasi pelatihan dan
pengembangan adalah suatu usaha untuk menghasilkan data tentang efek pelatihan
tersebut bagi kinerja pegawai yang akan digunakan sebagai acuan untuk
memperoleh hasil kinerja yang diinginkan. Sehingga fungsi evaluasi pelatihan
dan pengembangan itu sendiri adalah mengetahui seberapa besar efek dari suatu
pelatihan dan pengembangan dalam kinerja pegawai, jadi pemimpin perusahaan
dapat menentukan untuk tetap menggunakan cara yang sama atau mengubahnya dengan
cara baru yang dirasa lebih efektif dalam meningkatkan kinerja pegawai.
Secara garis besar efek yang diinginkan perusahaan
mengenai evaluasi pelatihan dan pengembangan dapat dijadikan beberapa point seperti:
a. Pendapat
peserta mengenai keseluruhan proses pelatihan dan pengembangan,
b. Semua
hal yg didapat oleh peserta pelatihan dan pengembangan yang dapat meningkatkan
mutu kerjanya,
c. Perubahan
perilaku peserta yang dapat menunjang karirnya,
d. Peningkatan
kualitas pelatihan dan pengembangan menurut data dan pendapat peserta pelatihan
jika diperlukan untuk mencapai titik yang diinginkan.
2.3.3.1
Desain Evaluasi
Desain evaluasi pelatihan digunakan untuk menjawab
dua pertanyaan pokok, yaitu:
a. apakah
tujuan mengalami perubahan atau tidak dalam kriteria (misalnya belajar,
perilaku, hasil-hasil organisasional)
b. apakah
perubahan tersebutdapat dihubungkan dengan program pelatihan atau tidak.
Ada
dua strategi untuk menentukan apakah memang terjadi perubahan setelah
pelatihan, yaitu :
a. Membandingkan
cara peserta melakukan pekerjaannya setelah pelatihan dengan cara mereka
sebelum menjalani pelatihan.
b. Membandingkan
pengetahuan, perilaku atau hasil dari kelompok yang terlatih dengan kelompok
yang tidak terlatih. Berikut macam strategi dalam menentukan apakah ada
perubahan atau tidak setelah pelatihan pada kelompok.
Metode
One – Shot Post Test –
Only Design
Ukuran
evaluasi pelatihan dikumpulkan hanya dari kelompok yang terlatih, setelah
mengikuti pelatihan.
Gambar
2.1
Proses One – Shot Post Test – Only Design
Metode
One – Group Pre Test –
Post Test Design
Kelompok
pelatihan dinilai sebelum dan setelah pelatihan contohnya produktivitas
kelompok terlatih mungin lebih tinggi 5% setelah pelatihan dibandingkan sebelum
pelatihan.
Gambar 2.2 Proses One – Group Pre Test – Post
Test Design
Metode
Multiple – Baseline
Design
Merupakan
suatu rancangan eksperimental yang memungkinkan untuk menarik sebuah kesimpulan
yang bersifat kausal. Rancangan ini dapat digunakan untuk mengevaluasi lintas
situasi. Hal ini dilakukan dengan cara mengukur suatu kelompok beberapa kali
sebelum dilakukan pelatihan dan beberapa kali pula setelah pelatihan
dilaksanakan. Setelah itu, hasil pengukuran dapat dibandingkan untuk mengetahui
apakah terjadi peningkatan kinerja setelah pelatihan. (Stocks, 2000)(Herawati,
2008)
Gambar 2.3 Proses Multiple Baseline Design
Metode
Pre Test – Post Test
Control – Group Design
Pancangan
evaluasi ini dilakukan dengan cara membandingkan antara kelompok yang menerima
pelatihan dengan kelompok yang tidak menerima pelatihan. Pada kelompok yang
menerima pelatihan dilakukan pengukuran sebelum dan sesudah pelatihan. Setelah
dibandingkan antara kelompok yg menerima dan tidak menerima pelatihan, maka
selanjutnya dapat ditarik kesimpulan apakah memang terjadi perubahan atau
tidak. (Herawati, 2008)
Kelompok
1 :
Kelompok
2:
Gambar 2.4 Proses Pretest – Posttest Control
Group Design
2.3.3.2
Proses Evaluasi
Setting Objectives (Menentukan Tujuan)
Evaluasi
merupakan suatu bentuk pengukuran, di mana pengukuran itu dapat dilakukan
apabila organisasi yang akan melakukan pengukuran sudah memiliki suatu titik
minimal tertentu untuk suatu nilai, sebagai standar organisasi. Oleh karena
itu, sebelum melaksanakan pelatihan dan pengembangan, organisasi harus sudah
menetapkan mengenai apa yang ingin dicapai, hasil apa yang diharapkan, serta
bagaimana atau indikator apa yang bisa digunakan untuk mengetahui bahwa
organisasi tersebut sudah mencapainya.
Gathering Reactions to The Training
Programme (Mengumpulkan Reaksi saat Program Pelatihan)
Pengukuran
paling awal dan sederhana yang dapat dilakukan saat program pelatihan ini
berjalan adalah dengan melihat reaksi peserta terhadap kegiatan dan stimulus
yang diberikan pada mereka. Cara melihat reaksi ini bermacam-macam, tergantung
metode pelatihan yang digunakan. Salah satu contoh bentuk evaluasi dengan
melihat reaksi peserta adalah dengan menggunakan diskusi sederhana. Stimulus
yang diberikan pun berupa pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun sebelumnya,
yang telah disesuaikan dengan tujuan serta hasil yang diharapkan.
Validation_How effective was the
training and development? (Validasi_Seberapa efektif kah pelatihan dan
pengembangan yang dilakukan?).
Program
pelatihan dan pengembangan yang dilakukan oleh suatu organisasi diharapkan
dapat memberikan perubahan pada kualitas pekerja dan kepuasan bagi semua pihak
yang ada dalam perusahaan atau organisasi. Selain itu, melalui pelatihan dan
pengembangan, diharapkan peserta mampu dan mau untuk menerapkan apa yang telah
mereka pelajari dalam menjalankan pekerjaan mereka.
Iklim
organisasi yang telah ditentukan oleh manajer sangat penting, dukungan aktif
pada peserta untuk mendemonstrasikan kemampuan mereka dapat menciptakan suatu
kenyamanan tersendiri dalam menjalankan pekerjaannya. Teknik yang digunakan
dapat berupa pertanyaan-pertanyaan, mengamati, dan sebagainya. Teknik ini akan
sangat berguna untuk mengetahui demonstrasi apa yang dapat peserta lakukan
setelah dan saat pelatihan.
Reviewing the benefits and future
requirements for training and development (Meneliti kembali keuntungan dan masa
depan yang diinginkan pada pelatihan dan pengembangan yang telah dilakukan)
Proses
terakhir adalah melihat, meneliti, dan menyesuaikan keuntungan yang diperoleh
perusahaan atau organisasi setelah pelatihan tersebut dilakukan. Pada saat
melakukan evaluasi, pelatih (trainer) dapat menggunakan data kasar dan soft
data dari perusahaan untuk melihat apakah sudah terjadi peningkatan atau justru
penurunan dari adanya pelatihan tersebut.
Dari
sini dapat dilihat keuntungan yang diperoleh apakah dapat menguntungkan pihak
individu sebagai pekerja dan organisasi atau perusahaan. Apabila ternyata tidak
menguntungkan, maka perlu dilakukan tindakan khusus kepada pekerja yang
bermasalah atau melakukan perencanaan ulang mengenai pelatihan dan pengembangan
yang akan diberikan selanjutnya. Pada tahap ini dimungkinkan adanya analisis
serta perencanaan lebih lanjut terkait pelatihan dan pengembangan sumber daya
manusia dalam organisasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pelatihan dan pengembangan adalah dua
hal yang berbeda. Pelatihan (training)
adalah serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian,
pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang. Sedangkan
pengembangan (development) mempunyai
ruang lingkup lebih luas.
On
the job training adalah metode pelatihan yang
dilaksanakan di tempat kerja yang sebenarnya dilakukan sambil bekerja.
Sedangkan metode Off the job training adalah
metode pelatihan dengan menggunakan situasi di luar pekerjaan. Umumnya
digunakan apabila target yang perlu dicapai banyak.
Definisi evaluasi pelatihan dan
pengembangan adalah suatu usaha untuk menghasilkan data tentang efek pelatihan
tersebut bagi kinerja pegawai yang akan digunakan sebagai acuan untuk
memperoleh hasil kinerja yang diinginkan. Sehingga fungsi evaluasi pelatihan
dan pengembangan itu sendiri adalah mengetahui seberapa efek dari suatu
pelatihan dan pengembangan dalam kinerja pegawai, jadi pemimpin perusahaan
dapat menentukan untuk tetap menggunakan cara yang sama atau mengubahnya dengan
cara baru yang dirasa lebih efektif dalam meningkatkan kinerja pegawai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar