1.1 Latar Belakang
Semua organisasi merupakan
bagian dari sistem sosial yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat
itu sendiri memiliki sifat dinamis, selalu mengalami perubahan dan
perkembangan. Karakteristik masyarakat seperti itu menuntut organisasi untuk
juga memiliki sifat dinamis. Tanpa dinamika yang sejalan dengan dinamika
masyarakat, organisasi tidak akansurvive
apalagi berkembang. Ini berarti bahwa perubahan dalam suatu organisasi
merupakan kebutuhan yang tidak dapat dihindari. Secara terus menerus organisasi
harus menyesuaikan diri dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di
lingkungannya. Proses penyesuaian dengan lingkungan merupakan salah satu
permasalahan besar yang dihadapi organisasi modern.
Kecuali perubahan yang
bertujuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan, organisasi
kadang-kadang menganggap perlu secara sengaja melakukan perubahan guna
meningkatkan keefektifan pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan. Karena sifat
dan tujuan setiap organisasi berbeda satu sama lain maka frekuensi dan kadar
perubahan yang terjadinya pun tidak selalu sama. Organisasi-organisasi tertentu
lebih sering mengalami perubahan, sementara organisasi lain relatif jarang
melakukannya.
Menghadapi kondisi lingkungan
yang selalu berubah tersebut, tidak ada cara lain yang lebih bijaksana bagi
seorang pimpinan kecuali dengan memahami hakekat perubahan itu sendiri
danmenyiapkan strategi yang tepat untuk menghadapinya. Sekolah (sebagai bagian
dari organisasi sosial) tidak luput dari kondisi sebagaimana dikemukakan di
atas, yang berarti jika sekolah ingin survive
apalagi berkembang dituntut untuk tanggap terhadap berbagai perubahan yang
terjadi dan mampu merespon dengan benar.
1.2 Rumusan Masalah
a.
Apa saja definisi perubahan dan pengembangan
organisasi menurut para ahli dan apa kesimpulannya ?
b.
Hal-hal apa yang digunakan untuk mengembangkan organisasi
secara garis besar ?
c.
Bagaimana proses pengembangan organisasi ?
d.
Apa tujuan perubahan dan pengembangan suatu
organisasi ?
e.
Apa dampak pengembangan organisasi ?
1.3 Tujuan
a.
Mengetahui arti perubahan organisasi dan komponen apa saja yang
mendukungnya.
b.
Mengetahui proses perubahan dan pengembangan organisasi
c.
Mengetahui dampak dan tujuan perubahan organisasi
BAB II
PEMBAHASAN
Perubahan Organisasi
adalah suatu proses dimana organisasi tersebut berpindah dari keadaannya yang
sekarang menuju ke masa depan yang diinginkan untuk meningkatkan efektifitas
organisasinya. Tujuannya adalah untuk mencari cara baru atau memperbaiki dalam
menggunakan resources dan capabilities dengan tujuan untuk meningkatkan
kemampuan organisasi dalam menciptakan nilai dan meningkatkan hasil yang
diinginkan kepada stakeholders.
Menurut Desplaces
(2005) perubahan yang terjadi dalam organisasi seringkali membawa dampak ikutan
yang selalu tidak menguntungkan. Bahkan menurut Abrahamson (2000), perubahan
itu akan menimbulkan kejadian yang “dramatis” yang harus dihadapi oleh semua
warga organisasi. Desplaces (2005) mengutip kajian yang dilakukan Poras dan
Robertson's (1992) menyatakan bahwa kebijakan perubahan yang dilakukan oleh
organisasi hanya memberikan manfaat positif bagi organisasi sebesar 38%.
Meskipun perubahan organisasi tidak langsung memberikan manfaat yang besar bagi
kemajuan organisasi, namun beberapa praktisi tetap meyakini tentang pentingnya
suatu organisasi untuk melakukan perubahan.
2.1 Pengertian Perubahan Organisasi Menurut para Ahli
Herbert J. Chruden, pengembangan organisasi berarti hal yang berlainan
bagi berbagai ahli dalam bidang ini, akan tetapi pada dasarnya pengembangan
organisasi merupakan suatu metode untuk memudahkan perubahan dan pengembangan
dalam orang-orang (misalnya dalam gaya, nilai, dan ketrampilan), dalam
teknologi ( misalnya dalam kesederhanaan yang lebih besar, dalam kompleksitas),
dan dalam proses dan struktur organisasi (misalnya dalam hubungan, peranan).
George R. Terry menurut definisi formal, pengembangan organisasi mencakup
usaha-usaha untuk meningkatkan hasil dengan memperoleh yang paling baik dari
para pegawai, baik secara individual maupun sebagai anggota kelompok kerja.
Prof. Dr. Sondang P. Siagian, pengembangan organisasi, sebagai teori
manajemen, berarti serangkaian konsep, alat dan teknik untuk melakukan
perencanaan jangka panjang dengan sorotan pada hubungan antara kelompok kerja
dan individu dikaitkan dengan perubahan-perubahan yang bersifat struktural.
2.2 Sasaran Perubahan
a.
Sumber
daya manusia
Sumber daya manusia
merupakan aset penting dalam suatu organisasi. Pada akhirnya, suatu organisasi
mengkhususkan kompetensi berdasarkan pada keahlian dan kemampuan dari
pegawainya. Karena keahlian dan kemampuan ini memberikan organisasi keuntungan
dalam berkompetisi, organisasi harus terus menerus mengawasi strukturnya untuk
mencari cara yang paling efektif dalam memotivasi dan mengorganisir sumber daya
manusia untuk memperoleh dan menggunakan keahlian mereka.
b.
Sumber
Daya Fungsional
Suatu organisasi
dapat meningkatkan nilai dengan merubah struktur, budaya dan teknologi.
Perubahan dari fungsional ke sebuah produk sebagai contoh, mempercepat proses pengembangan
produk baru. Perubahan di dalam struktur fungsional dapat membantu menyediakan
suatu pengaturan di mana orang-orang termotivasi untuk melaksanakannya.
c.
Kemampuan
Teknologi
Kemampuan teknologi memberi
sebuah organisasi suatu kapasitas yang besar untuk merubah dengan sendirinya
dengan tujuan memanfaatkan peluang pasar. Pada tingkat organisasi, sebuah
organisasi harus menyediakan konteks yang memungkinkan untuk menerjemahkan
kompetensi teknologinya menjadi nilai bagi para stakeholder.
d.
Kemampuan
Organisasi
Melalui struktur organisasi dan
budaya, sebuah organisasi dapat memanfaatkan sumebr daya manusia dan fungsional
untuk memanfaatkan peluang teknologi. Perubahan organisasi sering kali
melibatkan hubungan antara manusia dan fungsi-fungsi untuk meningkatkan
kemampuan mereka dalam menciptakan nilai.
2.3 Tuntutan
untuk Perubahan Organisasi
Jaman akan terus
menerus berubah secara konstan, dan suatu organisasi harus menyesuaikan dengan
segala perubahan untuk dapat bertahan.
a.
Kekuatan
Persaingan (Competitive Forces)
Setiap organisasi
berusaha keras untuk mencapai keuntungan dari persaingan. Persaingan menjadi
pemicu untuk melakukan perubahan dikarenakan apabila organisasi tersebut tidak
dapat melebihi pesaingnya dalam efisiensi, kualitas atau kemampuan untuk
melakukan inovasi pada produk dan jasa, maka organisasi tersebut tidak akan
bertahan. Ekonomi. Politik, dan Kekuatan Global Ekonomi, politik, dan kekuatan
global secara terus menerus mempengaruhi organisasi dan memaksa mereka untuk
bagaimana dan di mana harus menghasilkan barang dan jasa. Perserikatan ekonomi
dan politik antar negara menjadi suatu kekuatan yang penting untuk perubahan.
Tidak ada suatu organisasi yang mampu mengabaikan dampak dari ekonomi global
dan kekuatan politik terhadap aktivitasnya.
b.
Kekuatan
Demografi dan Sosial (Demography and Social Forces)
Perubahan dalam
komposisi dari kekuatan pekerja dan terus meningkatnya keaneka ragaman
karyawan, hal ini mengenalkan pada organisasi banyaknya peluang dan tantangan.
Perubahan dalam karakteristik demografis dari kekuatan pekerja memaksa para
manajer untuk merubah gaya mereka dalam mengatur karyawan dan belajar bagaimana
cara memahami, mengawasi dan memotivasi dengan setiap anggota yang berbeda
secara efektif. Banyak perusahaan membantu para pekerja mereka untuk memahami
akan adanya perubahan teknologi yang terus berkembang dengan menyediakan
dukungan dalam mengedepankan pelatihan dan pendidikan.
c.
Kekuatan
Etika (Ethical Forces)
Sama pentingnya bagi
suatu organisasi dalam mengambil tindakan untuk berubah sebagai tanggapan atas
tuntutan dalam perubahan demografis dan sosial untuk kearah perilaku perusahaan
yang lebih jujur dan bertanggung jawab. Banyak organisasi membutuhkan perubahan
untuk mengijinkan para manajer dan para pekerja di semua tingkatan untuk
melaporkan perilaku yang tidak pantas, sehingga suatu organisasi dapat dengan
segera menyingkirkan perilaku seperti itu dan melindungi kepentingan umum bagi
para pelanggan dan anggotanya.
2.4 Strategi
untuk Pelaksanaan Perubahan
Implementasi bagian
yang terpenting dari proses perubahan, dan juga merupakan hal yang sulit untuk
dilakukan. Perubahan seringkali dirasakan menggangu dan tidak nyaman untuk para
manajer begitu juga dengan parakaryawan. Perubahan merupakan hal yang kompleks
dan implementasinya dibutuhkan kepemimpinan yang kuat dan gigih.
2.4.1
Kepemimpinan
untuk Perubahan
Kebutuhan akan
perubahan dalam organisasi dan perlunya pemimpin yang dapat berhasil mengelola
perubahan terus tumbuh. Salah satu gaya kepemimpinan, disebut transformational
leadership, khususnya sangat sesuai untuk membawa perubahan. Pemimpin yang
menggunakan gaya kepemimpinan transformational meningkatkan inovasi organisasi
secara langsung, dengan menciptakan visi, dan secara tidak langsung,
menciptakan lingkungan yang mendukung eksplorasi, eksperimen, berani mengambil
resiko, dan berbagi ide.
Keberhasilan
perubahan hanya dapat terjadi bila karyawan bersedia mencurahkan waktu dan
energi yang diperlukan untuk mencapai tujuan, serta bertahan terhadap
kemungkinan akan stres dan kesulitan. Pemimpin juga membangun komitmen
organisasi dengan merangkul karyawan melalui tiga tahapan proses komitmen
perubahan (Gambar 2.1).
Pada tahap pertama, persiapan,
karyawan mendengar mengenai perubahan melalui memo, rapat, atau pidato dan
menjadi sadar akan perubahan tersebut dan hasil yang positif dari perubahan.
Pada tahap kedua, penerimaan, pemimpin harus membantu karyawan mengembangkan
pemahaman terhadap dampak menyeluruh dari perubahan dan hasil yang positif dari
perubahan. Ketika karyawan menerima perubahan secara positif, maka keputusan
untuk melakukan implementasi dibuat. Pada tahap ketiga, yaitu tahap komitmen
melibatkan langkah-langkah instalasi dan institusionalisasi. Instalasi adalah
proses percobaan untuk perubahan, dimana memberikan kesempatan pada pemimpin
untuk mendiskusikan masalah dan keprihatinan karyawan dan membangun komitmen
untuk bertindak.
Pada langkahterakhir,
institusionalisasi, karyawan tidak memandang perubahan sebagai sesuatu yang
baru melainkan sebagai hal yang normal dan bagian integral dari kegiatan operasi
organisasi.
2.4.2
Hambatan
untuk Perubahan
Adalah hal yang
wajar apabila orang-orang melakukan perlawanan terhadap perubahan. Namun,
resistansi untuk berubah melambatkan efektivitas organisasi dan mengurangi
kesempatan untuk bertahan. Resistansi untuk berubah dapat ditemukan di
organisasi, kelompok, dan tingkatan individu. Resistansi untuk Berubah Tingkat
Organisasi
a.
Konflik
dan Kekuasaan
Perubahan pada
umumnya bermanfaat bagi sebagian orang, fungsi, atau divisi. Ketika perubahan
menyebabkan konflik organisasi dan persaingan kekuasaan, suatu organisasi
seringkali menghindari adanya perubahan tersebut. Konflik antara kedua fungsi
akan menghambat proses perubahan dan barangkali mencegah adanya perubahan itu
sendiri.
b.
Perbedaan
dalam Fungsional Orientasi
Perbedaan dalam
orientasi fungsional adalah halangan utama yang lain untuk berubah dan salah
satu sumber akan kelesuan organisasi. Perbedaan fungsi dan divisi seringkali
dipandang sebagai sumber masalah yang berbeda pula, sebab mereka melihat
masalah utama penyebabnya dari sudut pandang mereka sendiri.
c.
Budaya
Organisasi
Nilai dan norma-norma
di dalam budaya organisasi dapat menjadi sumber resistansi untuk berubah. Jika
perubahan organisasi mengganggu nilai dan norma-norma yang dibenarkan dan
memaksa orang-orang untuk merubah apa yang mereka lakukan dan bagaimana mereka
melakukan itu, budaya organisasi akan menyebabkan resistansi untuk berubah.
Kadang-kadang, nilai dan strategi baru perlu untuk diadopsi, para manajer tidak
dapat merubahnya sebab mereka sudah terikat dengan cara yang biasa mereka
lakukan.
d.
Resistansi
untuk Berubah Tingkat Grup
Pekerjaan dalam
suatu organisasi banyak dilakukan oleh kelompok, dan beberapa karakteristik
dari kelompok tersebut dapat menimbulkan resistansi untuk berubah. Seringkali,
perubahan mengubah hubungan antara tugas dan peranan di dalam suatu kelompok;
ketika hal tersebut terjadi dapat mengganggu norma-norma dalam kelompok dan
harapan dari setiap anggota kelompok satu sama lain.
Hasilnya, anggota
kelompok tersebut menentang adanya perubahan karena aturan norma-norma yang
baru dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan dari situasi yang baru pula.
e.
Resistansi
untuk Berubah Tingkat Individu
Ada beberapa alasan
mengapa individu-individu di dalam suatu organisasi mungkin cenderung untuk
menentang perubahan. Pertama, orang-orang cenderung menentang perubahan
dikarenakan mereka merasa tidak aman dan tidak pasti terhadap hasil yang akan
diperoleh nantinya. Lebih dari itu, ada kecenderungan umum bahwa orang-orang
akan selektif menerima informasi yang hanya konsisten sesuai dengan pandangan
mereka mengenai organisasinya.
Kebiasaan, adalah
suatu halangan lebih lanjut untuk perubahan. Sulitnya mengubah kebiasaan yang
tidak baik dan mengadopsi gaya perilaku baru menandai bagaimana kebiasaan
menjadi sumber resistansi dalam perubahan.
2.5 Teknik
Untuk Implementasi
Pemimpin mengartikulasi
visi dan membuat strategi, tetapi manajer dan karyawan di seluruh organisasi
terlibat dalam proses perubahan. Beberapa teknik dapat digunakan untuk
mensukseskan implementasi perubahan. Salah satunya adalah delapan langkah dalam
perubahan skala besar (John Kotter, Leading Change).
a.
Membangun
Rasa Urgensi
Setelah pemimpin
mengidentifikasi kebutuhan akan perubahan, mereka perlu mencegah adanya
resistansi dengan menciptakan rasa urgensi yang sangat dibutuhkan dalam
perubahan. Krisis yang dihadapi organisasi dapat mengubah perilaku karyawan
saat ini dan membuat mereka bersedia menyediakan waktu dan energinya untuk
mengadopsi teknik atau prosedur baru.
b.
Menciptakan
Tim Pemandu
Dengan adanya
situasi mendesak, para agen perubahan yang sukses lalu membentuk tim pemandu
(guiding team). Tim yang memiliki kredibilitas, keahlian, koneksi, reputasi,
dan wewenang formal yang dibutuhkan dalam sebuah kepemimpinan perubahan. Tim
ini belajar beroperasi sebagaimana tim-tim bagus lainnya, dengan saling
mempercayai dan memiliki komitmen emosional. Mereka yang kurang berhasil
biasanya hanya mengandalkan satu orang bahkan tidak seorang pun, mengandalkan
unit kerja dan kepanitiaan yang lemah, atau struktur birokrasi yang rumit. Semuanya
tanpa wewenang, keahlian, ataupun kemampuan untuk melakukan tugas mereka. Lalu
usaha perubahan terganggu oleh unit kerja yang tidak memiliki persyaratan untuk
melakukan perubahan yang dibutuhkan.
c.
Merumuskan
Visi dan Strategi
Pemimpin yang telah
berhasil membawa mereka melalui suksesnya transformasi, mempunyai satu hal
kesamaan: mereka fokus pada memformulasikan dan mengartikulasi visi dan
strategi yang menarik yang akan memandu proses perubahan. Bahkan untuk
perubahan yang kecil, sebuah visi yang mengarahkan ke masa depan lebih baik dan
strategi yang diperlukan untuk mencapainya adalah motivasi terpenting dalam perubahan.
d.
Mengkomunikasikan
Visi Perubahan
Mengkomunikasikan
visi dan strategi adalah langkah selanjutnya, amat sederhana, pesan menyentuh
yang dikirimkan melalui saluran-saluran komunikasi yang tidak buntu. Tujuannya
adalah untuk menimbulkan pemahaman, mendorong komitmen berani, dan memompa
energi yang lebih banyak dari sekelompok orang.
e.
Memberdayakan
Tindakan Menyeluruh
Dalam proses
perubahan yang berhasil, apabila orang-orang mulai memahami dan menindaklanjuti
visi perubahan yang diajukan, tugas manajer adalah menyingkirkan rintangan yang
menghalangi usaha mereka. Kata pemberdayaan hampir selalu diasosiasikan dengan
beban-beban tambahan yang begitu banyak, sehingga mungkin kita tergoda untuk mengkesampingkannya.
Dalam menggunakan istilah ini, pemberdayaan bukanlah mengenai memberikan
orang-orang wewenang dan tanggung jawab baru, lalu kita menonton saja. Yang
dimaksud di sini adalah menyingkirkan penghalang.
f.
Menghasilkan
Kemenangan Jangka Pendek
Mereka yang bekerja
dengan orang-orang berdasarkan ketetapan visi akan terbantu meraih kemenangan
jangka pendek. Kemenangan-kemenangan ini sangatlah penting. Mereka akan
memberikan kredibiltas, sumber daya, dan momentum yang berguna untuk usaha
perubahan secara menyeluruh. Tanpa proses yang tidak diatur dengan baik, tanpa
pemilihan proyek awal yang kurang hati-hati, dan tanpa kesuksesan yang datang
cukup cepat, mereka yang sinis dan skeptis akan melemahkan usaha perubahan yang
sedang berlangsung.
g.
Mengkonsolidasikan
Hasil dan Mendorong Perubahanyang Lebih Besar
Setelah satu seri
kemenangan-kemenangan jangka pendek, usaha perubahan akan memiliki arah dan
momentum. Dalam situasi-situasi yang sukses, orang-orang akan menggunakan
momentum yang sudah terbangun untuk mewujudkan visi dengan tetap menjaga
tingginya perasaan terdesakdan rendahnya rasa puas diri. Juga dengan
menghilangkan pekerjaan yang tidak perlu, melelahkan, dan menurunkan moral,
serta dengan tidak mengumumkan kemenangan secara prematur.
h.
Menambatkan
Pendekatan Baru dalam Budaya
Dalam beberapa
contoh kasus yang berhasil, para pemimpin perubahan di seluruh organisasi
membuat perubahan bersifat tetap dengan membangun budaya baru. Budaya baru ini
sekelompok norma perilaku dan nilai-nilai yang diakui bersama-sama, berkembang
melalui konsistensi dari keberhasilan tindakan sepanjang periode waktu yang
cukup. Di sini cukupnya promosi, orientasi karyawan baru dengan keahlian, dan
acara-acara yang melibatkan emosi bisa membuat perbedaan besar.
2.6 Dimensi
dari Desain Organisasi
Dimensi organisasi
terdiri dari dua tipe yaitu struktural dan kontekstual. Dimensi struktural
menyediakan label untuk menjelaskan karekteristik internal dari suatu
organisasi. Dimensi kontekstual menggambarkan keseluruhan organisasi, termasuk
ukuran, teknologi, lingkungan dan tujuannya.
2.6.1
Dimensi
Kontekstual
a.
Ukuran
adalah besarnya organisasi yang tercermin dalam jumlah orang-orangdalam
organisasi tersebut. Dapat diukur untuk organisasi sebagai satu keseluruhan
atau spesifik komponen, seperti sebagai pabrik atau divisi.
b.
Teknologi
merujuk kepada alat-alat, teknik, dan tindakan yang digunakan untuk mengubah
input menjadi output. Lebih ditujukan bagaimana organisasi menghasilkan barang
dan jasa yang disediakan untuk para pelanggan dan mencakup hal seperti
fleksibel manufaktur, system informasi, dan internet.
c.
Lingkungan
termasuk semua elemen di luar batas organisasi. Elemen tersebut termasuk
industri, pemerintah, pelanggan, pemasok, dan komunitas finansial.
d.
Tujuan
dan strategi organisasi menentukan lingkup operasional dan hubungan dengan karyawan,
pelanggan dan pesaing.
e.
Budaya
organisasi adalah kumpulan dari nilai-nilai, kepercayaan, pengertian dan
norma-norma yang dibentuk oleh para pegawai. Nilai-nilai tersebut berhubungan langsung
dengan perilaku beretika, komitmen pegawai, efisiensi, atau pelayanan
pelanggan, dan mereka memberikan perekat untuk terus bersama anggota
organisasi.
2.7 Kesiapan
untuk Perubahan Organisasi
Kesiapan merupakan
salah satu faktor terpenting dengan melibatkan karyawan untuk mendukung
inisiatif perubahan. Dimaksud dengan siap untuk berubah adalah ketika
orang-orang dan struktur organisasi sudah dipersiapkan dan mampu untuk berubah.
Kesiapan organisasi untuk berubah menurut Lehman (2005) antara lain dapat
dideteksi dari beberapa variabel seperti variabel motivasional, ketersedian sumber
daya, nilai-nilai dan sikap positif yang dikembangkan para karyawan, serta
iklim organisasi yang mendukung perubahan.
Dalam konteks
organisasional, kesiapan individu untuk berubah diartikan sebagai kesediaan
individu untuk berpartisispasi dalam kegiatan yang dilaksanakan organisasi
setelah perubahan berlangsung dalam organisasi tersebut (Huy, 1999).
Menurut Desplaces
(2005), kesiapan individu untuk menghadapi perubahan akan menjadi daya
pendorong yang membuat perubahan itu akan memberikan hasil yang positif.
beberapa kajian terbaru tentang konstruk variabel kesiapan untuk berubah
menjelaskan bahwa sesungguhnya kesiapan individu untuk berubah dapat
diidentifikasi dari sikap positif individu terhadap perubahan, persepsi dari
keseluruhan warga organisasi untuk menghadapi perubahan, dan rasa percaya
individu dalam menghadapi perubahan.
Setiap perubahan
akan dihadapkan dengan kemungkinan adanya perbedaan dan konflik antara pimpinan
dan anggota organisasi. Untuk terjadinya perubahan yang terarah seperti yang
diinginkan, maka konflik harus diselesaikan seperti kepercayaan anggota
organisasi dan pengetahuan mengenai perubahan. Pada dasarnya, keadaan untuk
kesiapan harus harus dibuat.
Sebuah organisasi
siap untuk berubah apabila ketiga kondisi ini ada:
a. Mempunyai
pemimpin yang efektif dan dihormati. Seperti kita ketahui dalam manajemen
menunjukkan bahwa pemimpin yang kurang baik – tidak dihormati maupun tidak
efektif akan mengalangi kinerja organisasi. Mereka tidak dapat mempertahankan
karyawan yang baik dan memotivasi mereka yang berada di perusahaan. Oleh karena
itu perusahaan harus mengganti mereka dengan individu-individu yang efektif dan
dihormati oleh orang-orang disekitarnya, hal tersebut akan medekatkan bahwa
organisasi telah siap untuk berubah.
b. Orang-orang dalam organisasi
mempunyai motivasi untuk berubah. Mereka merasa kurang puas dengan keadaan
sekarang sehingga mereka bersedia untuk ikut berpartisipasi dan menerima resiko
dengan adanya perubahan.
c.
Organisasi
mempunyai struktur non-hirarki. Hirarki dapat menjadi perintang bagi proses
perubahan, oleh karena itu manager harus bisa mengurangi pekerjaan yang
berdasarkan hirarki dengan memberikan pekerjaan yang bersifat kolaboratif (kerja
sama).
Penilaian kesiapan
sebelum terjadinya perubahan telah memberikan dorongan yang kuat dan beberapa
instrumen telah dikembangkan untuk memenuhi tujuan tersebut. Instrumen yang
sudah ada ini muncul untuk mengukur kesiapan dari beberapa perspektif, yaitu,
proses perubahan (change process), isi perubahan (change content), konteks
perubahan (change context), dan individu atribut (Holt, Armenakis, Harris,
& Field, 2007).
Proses perubahan
merujuk ke langkah-langkah yang dilakukan selama implementasi. Perspektif kedua
adalah konten perubahan organisasi, yang merujuk kepada insiatif tertentu yang
sedang diperkenalkan. Konten biasanya diarahkan terhadap administratif,
prosedural, teknologi, atau karakteristik struktural dari organisasi.
Perspektif yang ketiga adalah organisasi konteks. Konteks terdiri dari kondisi
dan lingkungan di mana karyawan melakukan fungsinya. Lingkungan meliputi semua
elemen di luar batas organisasi dan mempunyai potensi untuk mempengaruhi semua
atau sebagian dari organisasi.
Perspektif keempat
dan terakhir adalah atribut-atribut individu dari para karyawan. Dikarenakan
perbedaan antara individu-individu, memungkinkanbeberapa karyawan lebih condong
membantu perubahan organisasi dibandingkan lainnya.
Gambar di bawah menggambarkan
hubungan antara keempat elemen dan kepercayaan di antara anggota organisasi.
Hal ini memberikan sebuah kerangka konseptual untuk memandu pengembangan yang
komprehensif dalam mengukur kesiapan, dalam konsep ini menyatakan bahwa
kumpulan dari kepercayaan yang pada umumnya membentuk kesiapan dan menyediakan
landasan untuk resistansi dan perilaku adoptif
Gambar 2.1
Instrumen perubahan organisasi
2.8 Konsep
Balance Socrecard
2.8.1
Pengertian
Balance Scorecard
Pengukuran kinerja
secara tradisional yang tidak komprehensif dan seimbang melahirkan metode baru
dalam mengevaluasi kinerja yaitu balance scorecard. Menurut Kaplan dan Norton
(1996), Balance Scorecard merupakan:
“… a set of measures that gives top managers a fast but
comprehensive view of the business … includes financial measures that tell the
results of actions already taken…complements the financial measures with
operational measures on customer satisfaction, internal process, and the
organization’s innovation and improvement activities-operational measure that
are the drivers of future financial performance”
Sementara, Anthony,
Banker, Kaplan, dan Young (1997) mendefinisikan Balance Scorecard sebagai:
“ measurement and management system that views a business
units performance from four perspective: financial, customer, internal business
process, and learning and growth.”
Dengan demikian,
Balance Socrecard merupakan suatu sistem manajemen, pengukuran, dan
pengendalian yang secara cepat, tepat, dan komprehensif dapat memberikan
pemahaman kepada manajer tentang performance bisnis. Pengukuran kinerja
tersebut memandang unit bisnis dari empat perspektif, yaitu perspektif
keuangan, pelanggan, proses bisnis dalam perusahaan, serta proses pembelajaran
dan pertumbuhan. Melalui mekanisme sebab akibat (cause and effect), perspektif
keuangan menjadi tolak ukur yang dijelaskan oleh tolak ukur operasional pada
tiga perspektif lainnya sebagai driver (lead indicator).
Sebagai kerangka kerja
operasionalisasi strategi, penjabaran visi, misi dan strategi ke dalam empat perspektif
Balance Scorecard dimaksudkan untuk menjawab empat pertanyaam pokok berikut
ini:
a.
Bagaimana
pandangan para pelanggan terhadap perusahaan? (perspektif pelanggan)
b.
Proses
bisnis apa yang harus ditingkatkan/diperbaiki perusahaan? (perspektif proses
bisnis internal)
c.
Apakah
perusahaan dapat melakukan perbaikan dan menciptakan nilai secara
berkesinambungan? (perspektif inovasi dan belajar)
d.
Bagaimana
penampilan perusahaan di mata pemegang saham? (perspektif keuangan)
Dengan Balance
Scorecard, tujuan suatu unit usaha tidak hanya dinyatakan dalam suatu ukuran
keuangan saja, melainkan dijabarkan lebih lanjut ke dalam pengukuran bagaimana
unit usaha tersebut menciptakan nilai terhadap pelanggan yang ada sekarang dan
masa dating dan bagaimana unit usaha tersebut harus meningkatkan kemampuan
internalnya termasuk investasi pada manusia, sistem, dan prosedur yang
dibutuhkan untuk memperoleh kinerja yang lebih baik di masa mendatang.
2.8.2
Balance
Scorecard dalam Sistem Manajemen Stratejik
Balanced Scorecard
sudah berevolusi dari yang asalnya hanya merupakan sistem pengendalian kinerja,
sekarang menjadi sebuah sistem manajemen stratejik. Dan untuk melakukan sistem
manajemen stratejik ini dilakukan melalui empat proses (Kaplan dan Norton,
1996), yaitu:
a.
Translating
the vision, Agar individu dalam organisasi bisa bertindak sesuai dengan visi
dan strategi organisasi, maka visi dan strategi tersebut harus diterjemahkan
secara jelas ke dalam suatu sistem pengukuran dan tujuan yang terintegrasi.
b.
Communicating
and linking, Strategi harus dikomunikasikan dari level teratas hingga terbawah
sehingga semua level dalam organisasi memahami strategi tersebut. Tujuan yang
hendak dicapai dalam organisasi harus diselaraskan dengan strategi tersebut.
c.
Business
planning, Dalam suatu organisasi biasanya ada banyak rencana bisnis dan
keuangan. Dengan Balance Scorecard ini, dari semua inisiatif yang ada dapat
dipilih resources dan prioritas yang sesuai dengan strategic objective-nya.
d.
Feedback
and learning, Dengan Balance Scorecard suatu organisasi dapat memonitor
short-term results tidak hanya dari sisi keuangan, namun juga dari tiga
perspekti lainnya, yaitu customers,
internal business processes dan learning and growth, dan mengevaluasi strategi apakah
sudah sesuai dengan kinerja yang diharapkan.
Balance Scorecard
tidak hanya sekedar alat untuk measurement system, namun seiring dengan
perkembangannya Balance Scorecard juga menjadi strategic management system dan
communication tool (Niven, 2003).
a.
Measurement
System sebagai Sebuah Balance Scorecard yang baik seharusnya merupakan gabungan
antara berbagai ukuran hasil dengan faktor pendorong kinerja. Balance Scorecard
seharusnya memiliki bauran yang seimbang antara hasil (lagging indicators)
dengan faktor pendorong kinerja (leading indicators). Balance Scorecard bukan
semata-mata sekumpulan ukuran finansial dan non-finansial, tetapi lebih
merupakan penterjemahan strategi unit bisnis ke dalam seperangkat pengukuran
yang saling berkaitan. Dalam kaitannya dengan measurement system, Balance Scorecard
menganut prinsip cause and effect relationship yang menjelaskan bahwa Balance
Scorecard mampu menjabarkan tujuan dan pengukuran masing-masing perspektif
dengan baik dalam satu kesatuan yang padu. Dengan prinsip cause and effect
relationship ini, Balance Scorecard secara jelas menggambarkan strategi
organisasi, cara pencapaian dan pengukurannya.
b.
Strategic
Management System. Selain sebagai measurement system, Balance Scorecard juga
berfungsi sebagai strategic management system. Balance Scorecard menyelaraskan
short-term actions dengan strategi. Balance Scorecard sebagai strategic
management system ditujukan untuk:
·
Mengatasi
vision barrier melalui penterjemahan strategi. Dalam Balance Scorecard,
strategi diterjemahkan melalui objectives, measures, targets dan initiatives
yang akan menjadi petunjuk bagi karyawan untuk bertindak sesuai dengan tujuan
yang akan dicapai organisasi.
·
Mengatasi
people barrier dengan cascading the scorecard. Dengan cascading scorecard
tersebut ke semua level organisasi dari atas hingga paling bawah akan
memberikan kesempatan kepada semua karyawan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari yang sekaligus memberikan kontribusi/ value creation terhadap
organisasi.
·
Mengatasi
resource barrier melalui strategic resource allocation. Dalam Balance Scorecard
selain objectives, measures dan targets, perlu juga adanya initiatives atau
action plans. Untuk menstimulasikaryawan, Balance Scorecard ini juga harus
dihubungkan dengan insentif, dimana scorecard targets ini dijadikan basis dalam
proses penganggaran tahunan.
·
mengatasi
management barrier melalui strategic learning. Hasil dari Balance Scorecard
dapat dijadikan tolok ukur ketika pihak manajemen mereview, berdiskusi maupun
mempelajari tentang strategi.
c.
Communication
Tool, Berbagi atau berdiskusi tentang hasil Balance Scorecard memberikan
kesempatan kepada karyawan maupun organisasi untuk dapat berasumsi tentang apa
yang ada di balik strategi organisasi, belajar dari hasil jika memang tak
seperti yang diharapkan dan berdiskusi untuk perbaikan di masa yang akan
datang. Balance Scorecard merupakan strategic planning yang menterjemahkan visi misi ke dalam tindakan yang diharapkan
menciptakan nilai tambah. Konsep yang terbentuk melalui komponen dalam
management system pada Balance Scorecard (gambar 2.2)
Gambar 2.2 konsep
management system pada balanced scorecard
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Proses
Perubahan dan Pengembangan Organisasi Meskipun banyak sekali konsep-konsep
mengenai pengembangan organisasi sekarang ini, yang mungkin akan saling tumpang
tindih, barangkali definisi yang dikemukakan oleh Cummings (1996) akan membantu
kita untuk dapat lebih memahami konsep pengembangan organisasi. Menurut
Cummings (1989), pengembangan organisasi adalah suatu aplikasi konsep atau
teori dengan menggunakan suatu sistem di mana konsep-konsep ilmu pengetahuan
digunakan untuk mengembangkan organisasi secara terencana dan dengan
menggunakan semua strategi yang dimiliki organisasi untuk meningkatkan
efektivitas kinerja organisasi.
Selanjutnya,
Cummings (1989) juga menyatakan bahwa konsep (ilmu pengetahuan) di dalam
pengembangan organisasi itu pada dasarnya merupakan faktor-faktor yang
membedakan pengembangan organisasi dengan pendekatan lain dalam kaitannya
dengan peningkatan kinerja organisasi. Sementara itu Tyagi (2000) mengajukan
pendapatnya, bahwa pengembangan organisasi sebagai suatu usaha yang terencana,
sistematis, terorganisasikan, dan lebih bersifat kolaboratif antara prinsip
pengetahuan tentang perilaku dan teori organisasi dipadukan dan diaplikasikan
(integreated and aplicated) guna meningkatkan kualitas kehidupan organisasi
yang tercermin pada peningkatan kesehatan dan vitalitas organisasi.
Pendapat
Tyagi ini hampir sama dengan pendapat pakar organisasi yang lebih dulu
disebutkan, hanya Tyagi lebih memfokuskan pada hasil (outcome) dari OD, yaitu
intensitas komunikasi internal organisasi yang meningkat, kompetensi dan harga
diri anggota kelompok yang semakin baik, dan adanya pengakuan dari masyarakat
bahwa organisasi tersebut telah semakin baik dalam kinerjanya.
Yang
dimaksud dengan proses perubahan suatu organisasi adalah tata cara untuk
mencapai perubahan organisasi yang lebih baik dan lebih berkembang. Langkah
tersebut terdiri dari :
Dengan
kita mengkaji ulang suatu sistem, kita dapat mengetahui apakah suatu organisasi
tersbut dapat berjalan dengan baik atau tidak dengan memakai sistem yg lama.
Jika tidak ada perubahan dalam organisasi tersebut kita dapat membuat suatu
sistem yang lebih baik lagi. Perubahan yang terjadi di luar organisasi itu
mencakup berbagai bidang, antara lain politik, ekonomi, teknologi, hukum,
sosial budaya dan sebagainya. Perubahan tersebut mempunyai dampak terhadap
organisasi, baik dampak yang bersifat negatif maupun positif. Dampak bersifat
negatif apabila perubahan itu menjadi hambatan bagi kelancaran, perkembangan
dan kemajuan organisasi. Dampak bersifat positif apabila perubahan itu dapat
memperlancar kegiatan, perkembangan dan kemajuan organisasi atau dalam bentuk
kesempatan-kesempatan baru yang tidak tersedia sebelumnya.
b. Mengadakan
Identifikasi
Yang
perlu diidentifikasi adalah dampak perubahan perubahan yang terjadi dalam
organisasi. Setiap faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan organisasi
harus diteliti secara cermat sehingga jelas permasalahannya dan dapat
dipecahkan dengan tepat.
c. Menetapkan
Perubahan
Sebelum
langkah-langkah perubahan diambil, pimpinan organisasi harus yakin terlebih
dahulu bahwa perubahan memang harus dilakukan, baik dalam rangka meningkatkan
kemampuan organisasi maupun dalam rangka mempertahankan eksistensi serta
pengembangan dan pertumbuhan organisasi selanjutnya. Menentukan Strategi Apabila
pimpinan organisasi yakin bahwa perubahan benar-benar harus dilakukan maka
pemimpin organisasi harus segera menyusun strategi untuk mewujudkannya.
d. Melakukan
Evaluasi
Untuk
mengetahui apakah hasil dari perubahan itu bersifat positif atau negatif, perlu
dilakukan penilaian. Apabila hasil perubahan sesuai dengan harapan berarti
berpengaruh postif terhadap organisasi, dan apabila sebaliknya berarti negatif.
·
Untuk mempererat organisasi satu dengan
organisasi yang lainnya
·
Untuk meningkatkan mutu dari organisasi
tersebut/organisasi yang telah dibuat
·
Untuk meningkatkan peranan organisasi di
masyarakat luas.
·
Untuk memberikan dampak positif kepada
masyarakat.
·
Untuk melakukan penyesuaian terhadap perubahan
organisasi yang telah dibuat
boleh ditampilin ga daftar pustakanya?
BalasHapusga boleh
Hapuskepoin daftar pustaka dongs
BalasHapus