PENGERTIAN KURS
A.
Pengertian Kurs
Kurs
(exchange rate) adalah harga sebuah mata uang dari sutu negara yang diukur atau
dinyatakan dalam mata uang lainnya. Kurs memainkan peranan penting dalam
keputusan-keputusan pembelanjaan, Karena kurs memungkinkan kita menerjemahkan
harga-harga dari berbagai negara ke dalam satu bahasa yang sama. Bila semua
kondisi lainnya tetap, depresiasi mata uang dari suatu negara terhadap segenap
mata uang lainnya (kenaikan harga valuta asing bagi negara yang bersangkutan)
menyebabkan ekspornya lebih murah dan impornya lebih mahal. Sedangkan apresiasi
(penurunan harga valuta asing di negara yang bersangkutan) membuat ekspornya
lebih mahal dan impornya lebih murah.
Kurs sangat
penting dalam pasar valuta asing (foreign excahange market). Walaupun
perdagangan valuta asing berlangsung di berbagai pusat keuangan yang tersebar
di seluruh dunia, teknologi telekomunikasi modern telah mempertautkan mereka
menjadi sebuah rangkaian pasar tunggal yang beroperasi 24 Jam setiap hari.
Salah satu kategori penting dalam perdagangan valuta asing adalah perdagangan
berjangka (forword trading), di mana beberapa pihak sepakat mempertukarkan mata
uang di waktu mendatang atas dasar kurs yang mereka sepakati. Sedangkan
kategori lainnya, yakini perdagangan spot (spot trading) langsung melaksanakan
pertukaran tersebut ( ini biasanya untuk keperluan-keperluan mendesak atau
praktis).
Oleh karena
kurs merupakan harga relative dari dua set, maka layak biala kurs dianggap
sebagai harga asset itu sendiri. prinsip dasar penetapan harga asset adalah
bahwa nilai asset saat ini ditentukan oleh perkiraan daya belinya di masa
mendatang. Dalam mngevaluasi asset, para penabung (investor) selalu
memperlihatkan aspek perkiraan imbalan (rate of return) yang dibuahkan asset
itu, atau tingkat pertambahan nilai investasi yang tertanam dalam asset
tersebut di waktu-waktu selanjutnya.Imbalan dari simpanan yang diperdagangkan
di pasar valuta asing ditentukan oleh suku bunga (interest rate) dan perkiraan
perubahan kurs.
Keseimbangan
dalam pasar valuta asing mensyaratkan adanya kondisi interest parity, yakni
suatu kondisi di mana berbagai simpanan dalam mata uang apa pun menawarkan
perkiraan imbalan yang sama besarnya (bila diukur atau dihitung dengan satuan
yang sama). Bila suku bunga dan perkiraan kurs masa mendatang tetap, kondisi
interest parity menjamin adanya keseimbangan kurs. Kurs yang tengah berlaku
juga dipengaruhi oleh berbagai perubahan atas perkiraan kurs untuk waktu
mendatang. Sebagai contoh, apabila terjadi kenaikan perkiraan kurs dolar/DM
untuk masa yang akan datang, maka jika suku bunga tetap, kurs dolar/DM yang
tengah berlaku akan meningkat.
Kurs dapat
pula disebut sebagai perbandingan nilai. Dalam pertukaran dua mata uang yang
berbeda, maka akan terdapat perbandingan nilai/harga antara kedua mata uang
tersebut. Perbandingan nilai inilah yang disebut dengan kurs.
Dalam
kenyataannya, sering terdapat berbagai tingkat kurs untuk satu valuta asing.
Perbedaan ini timbul karena beberapa hal antara lain perbedaan antara kurs beli
dan jual oleh pedagang valas, perbedaan kurs yang diakibatkan oleh perbedaan
dalam waktu pembayarannya, perbedaan dalam tingkat keamanan dalam penerimaan
hak pembayaran. Kurs beli adalah kurs yang dipakai apabila para pedagang valas
atau bank membeli valuta asing, sedangkan kurs jual adalah kurs yang dipakai
apabla pedagang valas atau bak menjual valuta asing.
B. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Nilai Kurs
1. Tingkat inflasi
Dalam pasar valuta asing, perdagangan internasional baik dalam
bentuk barang atau jasa menjadi dasar yang utama dalam pasar valuta asing,
sehingga perubahan harga dalam negeri yang relatif terhadap harga luar negeri
dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi pergerakan kurs valuta asing. Contoh: jika Amerika sebagai mitra dagang Indonesia
mengalami tingkat inflasi yang cukup tinggi maka harga barang Amerika juga
menjadi lebih tinggi, sehingga otomatis permintaan terhadap produk relatif
mengalami penurunan.
Rasio uang
dalam daya beli (paritas daya beli) berfungsi sebagai titik nilai tukar yang
mencerminkan hukum nilai. Itulah mengapa tingkat inflasi berdampak pada nilai
tukar. Peningkatan inflasi di suatu negara mengarah pada penurunan mata uang
nasional, dan sebaliknya. Penyusutan inflasi uang di dalam negeri akan
mengurangi daya beli dan kecenderungan untuk menjatuhkan nilai tukar mata uang
mereka terhadap mata uang negara-negara di mana tingkat inflasi yang lebih
rendah.
2. Aktifitas
neraca pembayaran
Neraca
pembayaran secara langsung mempengaruhi nilai tukar. Dengan demikian, neraca
pembayaran aktif meningkatkan mata uang nasional dengan meningkatnya permintaan
dari debitur asing. Saldo pembayaran yang pasif menyebabkan kecenderungan
penurunan nilai tukar mata uang nasional sebagai seorang debitur dalam negeri
mencoba untuk menjual semuanya menggunakan mata uang asing untuk membayar
kembali kewajiban eksternal mereka. Ukuran dampak neraca pembayaran pada nilai
tukar ditentukan oleh tingkat keterbukaan ekonomi. Contoh, efek dari perubahan
tarif, pembatasan impor, kuota perdagangan, subsidi ekspor berdampak pada
neraca perdagangan. Ketika keseimbangan positif dalam perdagangan ada di muka
terdapat peningkatan permintaan untuk mata uang negara yang meningkatkan laju,
dan dalam hal keseimbangan negatif proses sebaliknya terjadi. Pergerakan modal
jangka pendek dan jangka panjang bergantung pada tingkat suku bunga domestik,
pembatasan atau mendorong impor dan ekspor modal.
3. Perbedaan suku
bunga di berbagai negara
Perubahan
tingkat suku bunga di suatu negara akan mempengaruhi arus modal
internasional. Pada prinsipnya, kenaikan suku bunga akan merangsang masuknya
modal asing Itulah sebabnya di negara dengan modal lebih tinggi tingkat
suku bunga masuk, permintaan untuk meningkatkan mata uang, dan itu menjadi
mahal. Pergerakan modal, terutama spekulatif “uang panas” meningkatkan
ketidakstabilan neraca pembayaran.
Suku bunga
mempengaruhi operasi pasar valuta asing dan pasar uang. Ketika melakukan
transaksi, bank akan mempertimbangkan perbedaan suku bunga di pasar modal
nasional dan global dengan pandangan yang berasal dari laba. Mereka lebih
memilih untuk mendapatkan pinjaman lebih murah di pasar uang asing, dimana
tingkat lebih rendah, dan tempat mata uang asing di pasar kredit domestik, jika
tingkat bunga yang lebih tinggi. Di sisi lain, kenaikan nominal suku bunga di
suatu negara menurunkan permintaan untuk mata uang domestik sebagai tanda
terima kredit yang mahal untuk bisnis. Dalam hal mengambil pinjaman, pengusaha
meningkatkan biaya produk mereka yang, pada gilirannya, menyebabkan tingginya
harga barang dalam negeri. Hal ini relatif mengurangi nilai mata uang nasional
terhadap satu negara
4.
Tingkat pendapatan relatif
Faktor lain
yang mempengaruhi permintaan dan penawaran dalam pasar mata uang asing adalah
laju pertumbuhan pendapatan terhadap harga-harga luar negeri. Laju pertumbuhan
pendapatan dalam negeri diperkirakan akan melemahkan kurs mata uang asing.
Sedangkan pendapatan riil dalam negeri akan meningkatkan permintaan valuta
asing relatif dibandingkan dengan supply yang tersedia.
5. Kontrol
pemerintah
Kebijakan
pemerintah bisa mempengaruhi keseimbangan nilai tukar dalam berbagai hal termasuk:
a. Usaha untuk menghindari hambatan nilai tukar valuta asing.
a. Usaha untuk menghindari hambatan nilai tukar valuta asing.
b. Usaha
untuk menghindari hambatan perdagangan luar negeri.
c. Melakukan
intervensi di pasar uang yaitu dengan menjual dan membeli mata uang.
Alasan pemerintah untuk melakukan intervensi di pasar uang adalah :
a.Untuk
memperlancar perubahan dari nilai tukar uang domestik yang bersangkutan.
b. Untuk
membuat kondisi nilai tukar domestik di dalam batas-batas yang ditentukan.
c. Tanggapan
atas gangguan yang bersifat sementara.
d.
Berpengaruh terhadap variabel makro seperti inflasi, tingkat suku bunga dan
tingkat pendapatan
6.
Ekspektasi
Faktor
terakhir yang mempengaruhi nilai tukar valuta asing adalah ekspektasi nilai
tukar di masa depan. Sama seperti pasar keuangan yang lain, pasar valas
bereaksi cepat terhadap setiap berita yang memiliki dampak ke depan. Dan
sebagai contoh, berita mengenai bakal melonjaknya inflasi di AS mungkin bisa
menyebabkan pedagang valas menjual Dollar, karena memperkirakan nilai Dollar
akan menurun di masa depan. Reaksi langsung akan menekan nilai tukar Dollar
dalam pasar.
VALUTA ASING
A. Pengertian
Pertukaran valuta asing adalah suatu kegiatan memperdagangkan mata uang
dari negara-negara yang berbeda. Berbagai mata uang tersebut mengambil bentuk
sebagai uang di dalam suatu negara. Uang masing-masing negara memiliki harga
yang diukur oleh uang negara lain. Hal inilah yang disebut nilai tukar
(exchange rate). Apabila sesuatu barang ditukar dengan barang lain, tentu di
dalamnya terdapat perbandingan nilai tukar antara keduanya. Nilai tukar ini
merupakan harga di dalam pertukaran tersebut.
Semua transaksi valuta asing yang berlangsung seketika atau secara
langsung, di mana kedua belah pihak sepakat untuk saling menukarkan simpanan
bank mereka serta melaksanakan secepatnya disebut dengan kurs spot, sedangkan
kesepakatannya disebut transaksi spot. Istilah seketika atau spot ini lazimnya
baru dilaksanakan sampai dua hari setelah tercapainya kesepakatan. Kelambatan
ini terjadi karena kebanyakan transaksi bank perlu waktu dua hari guna
melaksanakan instrumen pembayaran (misalnya berupa cek).
Beberapa kesepakatan valuta asing secara khusus menetapkan suatu tanggal
nilai lebih dari dua hari, bisa 30 hari, 90 hari, 180 hari, atau bahkan
beberapa tahun. Kurs yang menjadi dasar transaksi semacam ini disebut kurs
berjangka (forward exchange rates). Dengan demikian transaksi ini dilakukan di
pasar berjangka, yaitu pasar di mana transaksi jual beli terjadi dengan harga
yang disetujui pada saat transaksi dilakukan, tetapi penyerahan barang
dilakukan kemudian hari.
B. Fungsi Pasar Valuta Asing
Pasar valuta asing mempunyai beberapa fungsi pokok dalam membantu
kelancaran lalu lintas pembayaran internasional :
a). Mempermudah penukaran valuta asing serta pemindahan dana dari satu
negara ke negara lain. Proses penukaran atau pemindahan dana ini dapat
dilakukan dengan sistem “clearing”. Pasar valuta asing memberikan jasa kliring
bagi para pengusaha atau individu. Para turis biasanya menemukan pasar ini di
banyak bandar udara., di mana tempat penukaran mata uang asing yang dilengkapi
dengan papan petunjuk tingkat nilai tukar yang sedang berlaku.
b). Memungkinkan dilakukannya “hedging”. Seorang pedagang melakukan hedging
apabila ia pada saat yang sama melalukan transaksi jual dan beli valuta asing
di pasar yang berbeda, untuk menghilangkan/mengurangi resiko kerugian akibat
perubahan kurs. Hedging dapat dilakukan di pasar berjangka (forward market).
Sebagai contoh : seorang importir dari Indonesia membeli mobil dari USA seharga
US$7,000 dengan pembayaran 4 bulan yang akan datang. Kurs pada saat itu,
misalnya US$ 1 = Rp.9.000, sehingga harga mobil tersebut dalam mata uang rupiah
adalah Rp.63.000.000. Apabila kurs berubah menjadi US$ 1 = Rp.9.300, maka harga
mobil menjadi Rp.65.100.000, dengan demikian importir harus membayar lebih
banyak. Untuk menghindari kerugian karena harga mobil yang meningkat, maka
importir dapat melakukan hedging di pasar berjangka. Caranya, importir menghubungi
bank di Indonesia untuk membeli mobil seharga US$7,000 dengan penyerahan 4
bulan yang akan datang dengan kurs yang disetujui saat itu US$ 1 = Rp.9,000.
Kurs tersebut disebut kurs berjangka (forward exchange rate). Perbedaan kurs
berjangka dengan kurs spot menggambarkan adanya perbedaan tingkat bunga di
Indonesia dan USA.
Selanjutnya bank di
Indonesia yang dihubungi importir akan berusaha membeli US$ pada pasar spot dan
kemudian menyimpannya selama 4 bulan di USA. Atas tindakan bank tersebut, ia (bank
di Indonesia) akan memperoleh bunga dari bank di USA. Apabila tingkat bunga di
USA lebih rendah dari pada di Indonesia, importir harus membayar perbedaannya.
Sebaliknya, apabila tingkat bunga di USA lebih tinggi, maka perbedaannya oleh
bank tersebut diberikan kepada importir. Misalnya, importir memerlukan US$7,000
untuk 4 bulan dengan kurs spot US$ 1 = Rp.9.000. Jika tingkat bunga simpanan di
USA 4 % dan di Indonesia 5 %, maka bank di Indonesia yang menjual US$7,000
forward kepada importir akan meminta Rp.63.000.000 (kurs spot) ditambah dengan
1 % kerugian tingkat bunga karena uang dollar disimpan di USA. Total harga
US$7,000 adalah Rp.63.000.000 + Rp.630.000 = Rp.63.630.000. Kurs forwardnya
menjadi US$ 1 = 63.630.000/7.000 = Rp.9.090, yakni 1 % discount terhadap kurs
spot (US$ = Rp.9.300).
Sebaliknya, apabila
tingkat bunga di USA 4 % dan di Indonesia 3 %, maka harga total US$7,000
forward akan menjadi = Rp.63.000.000 – Rp.630.000 = Rp.62.370.000. Kurs
forwardnya menjadi US$ 1 = 62.370.000/7.000 = Rp.8.910, yakni 1 % premium
terhadap kurs spot ( US$ 1 = Rp.9.300).
c). Dapat melakukan arbitrage. Ratio antara kurs forward dengan kurs spot
menggambarkan perbedaan dalam tingkat bunga. Apabila terdapat perbedaan,
tindakan arbitrage (tindakan menjual/membeli valuta asing di negara yang
kursnya tinggi/rendah untuk memperoleh keuntungan karena perbedaan kurs di
kedua negara akan menghilangkan perbedaan tersebut. Tindakan arbitrage akan
cenderung menyamakan kurs valuta asing di berbagai negara. Tindakan arbitrage
akan berhenti apabila keuntungan yang diperoleh karena adanya perbedaan tingkat
bunga diimbangi dengan kerugian yang sama dari pasar valuta asing jangka
(forward market). Hal ini biasa disebur dengan “interest parity”.
jika positif forward premium, dan jika negatif forwad discount
ra = kurs spot Rp/US$
rf = kurs forward Rp/US$
ia = tingkat bunga di USA 3 bulan
ie = tingkat bunga di Indonesia 3 bulan
Misalnya uang US$ 1
diinvestasikan di USA selama 3 bulan dengan tingkat bunga di USA 4 % dan kurs
US$ = Rp.9.000 akan menghasilkan :
US$1 (1 + ia) = US$1 (1.04) = US$1.04 dalam rupiah = Rp.9.360.
Seandainya uang tersebut diinvestasikan di Indonesia dengan tingkat
bunga 5 % selama 3 bulan, maka terlebih dahulu harus ditukar dengan rupiah di
pasar spot, sehingga hasil yang akan diperoleh sebesar
Hasil tersebut terlebih dahulu ditukar dengan US$ di pasar jangka untuk
membandingkan dengan hasil investasi yang diperoleh di USA, yaitu dengan cara
:maka modal jangka pendek akan mengalir dari USA ke Indonesia.
Sebaliknya, apabila
maka modal jangka pendek akan mengalir dari Indonesia ke USA.
Keadaan keseimbangan akan tercapai apabila :
di mana p adalah forward premium (jika positif) dan forward discount
(jika negatif), maka persamaan di atas dapat dituliskan dengan :
Persamaan di atas dapat diringkas menjadi :
Tindakan arbitrage dapat digambarkan dengan lebih sederhana, yaitu misalnya
harga dollar dalam rupiah yang dinyatakan dengan kurs Rp/US$ adalah US$1 =
Rp.9.000 yang sedang berlaku di Jakarta, sedangkan kurs yang berlaku di New
York misalnya US$1 = Rp.9.200, maka pelaku arbitrage akan membeli dollar di
Jakarta dengan kurs US1 = Rp.9.000 dan segera menjualnya kembali di New York
dengan kurs US$1 = Rp.9.200, sehingga dalam waktu singkat pelaku arbitrage
memperoleh keuntungan sebesar Rp.200. Dalam waktu bersamaan permintaan rupiah
di New York meningkat, sehingga akan menguatkan nilai tukar mata uang rupiah.
Kegiatan arbitrage tersebut pada akhirnya akan menyamakan kurs di Jakarta dan
New York. Hal tersebut dapat terjadi karena karena kuatnya permintaan dollar
USA di Jakarta, sehingga nilai tukar rupiah/US$ akan naik di atas Rp.9.000,
begitu pula permintaan rupiah yang menguat di New York akan menguatkan rupiah
di New York hingga di bawah Rp.9.200. Kondisi tersebut akhirnya akan menyamakan
kurs di kedua tempat. Jika kurs di kedua tempat sama, maka kegiatan arbitrage
akan terhenti, karena pelaku arbitrage tidak lagi memperoleh keuntungan atas
tindakannya.
C. Sistem Kurs Valuta Asing
1. Sistem Kurs yang Berubah-ubah
Di dalam pasar bebas
perubahan kurs tergantung pada beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan dan
penawaran valuta asing. Permintaan valuta asing diperlukan guna melakukan
transaksi pembayaran ke luar negeri (impor). Jadi permintaan valuta asing
bersumber dari transaksi debet dalam neraca pembayaran internasional. Penawaran
valuta asing berasal dari eksportir, yakni dari transaksi kredit neraca
pembayaran internasional. Suatu mata uang dikatakan kuat apabila transaksi
autonomous kredit lebih besar dari pada transaksi autonomous debet (surplus
neraca pembayaran). Transaksi autonomous kredit dan debet dipengaruhi oleh
faktor-faktor dari dalam maupun luar negeri, termasuk harga, pendapatan dan
tingkat bunga.
Makin tinggi tingkat
pertumbuhan pendapatan (relatif terhadap negara lain) makin besar kemungkinan
untuk mengimpor, sehingga makin besar pula permintaan terhadap valuta asing
yang mengakibatkan naiknya kurs mata uang asing (mata uang domestik turun).
Begitu pula dengan kenaikan harga (inflasi) akan menyebabkan impor naik yang
mengakibatkan naiknya kurs mata uang asing. Kenaikan tingkat bunga dalam negeri
cenderung menarik modal masuk dari luar negeri, sehingga kurs valuta asing akan
turun (mata uang domestik naik).
Berdasarkan uraian di
atas, maka semua kebijakan pemerintah baik fiskal maupun moneter yang berkaitan
dengan pendapatan, harga, dan tingkat bunga secara tidak langsung akan
mempengaruhi kurs.
Di samping faktor-faktor
ekonomi tersebut di atas, faktor-faktor non ekonomi dapat pula mempengaruhi
kurs, seperti faktor politik dan psykologis. Misalnya, kepanikan yang terjadi
di dalam negeri akan menyebabkan larinya dana ke luar negeri, sehingga kurs
valuta asing akan naik.
Semua faktor yang
disebutkan di atas akan mempengaruhi pergeseran kurva permintaan dan penawaran
sebagaimana digambarkan berikut ini.
Gambar di atas
memperlihatkan bahwa pada kurs US$1 = Rp.2000 permintaan terhadap US$ sebanyak
E2, permintaan US$ menurun menjadi E1 pada kurs US$1 = Rp.6000 dan Eo pada kurs
US$1 = Rp.10000 (kondisi di mana terjadi pergerakan sepanjang kurva
permintaan). Selanjutnya pergeseran kurav permintaan dari Do ke D1 menunjukkan
bahwa walaupun kurs meningkatkan jumlah permintaan US$ tetap mengalami
peningkatan yang disebabkan misalnya oleh kenaikan pengeluaran pemerintah,
kenaikan jumlah uang beredar, aliran modal keluar karena adanya kepanikan di
dalam negeri.
2. Sistem Kurs Stabil
Pada dasarnya kurs stabil
dapat timbul secara :
a) Aktif : yakni pemerintah menyediakan dana untuk tujuan stabilisasi kurs
(stablization funds).
b) Pasif : yakni di dalam suatu negara yang menggunakan sistem standar
emas.
1). Stabilisasi Kurs
Kegiatan stabilisasi kurs
dapat dijalankan dengan cara sebagai berikut : apabila ada tendensi kurs valuta
asing akan turun, maka pemerintah membeli valuta asing di pasar. Dengan adanya
tambahan permintaan valuta asing di pasar, maka tendensi turunya kurs valuta
asing dapat dicegah. Sebaliknya, jika kurs valuta asing bertendensi untuk naik,
maka pemerintah menjual valutra asing di pasar, sehingga penawaran valuta asing
bertambah dan kenaikan kurs dapat dicegah. Misalnya, Bank Indonesia menghendaki
kurs stabil pada tingkat US$1 = Rp.8.000. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan
gambar berikut di bawah ini.
Pada gambar VI.2a
dimisalkan ekspor meningkat, sehingga penwaran valuta asing (US$) bergeser ke
kanan dari S1 ke S2. Jika permintaan tetap pada D1, kurs cenderung menjadi US$1
= Rp.7.700. Untuk mencegah turunnya kurs, pemerintah membeli US$ di pasar
bebas, sehingga permintaan akan naik yang ditunjukkan oleh pergeseran dari D1
ke D2. Tindakan pemerintah tersebut akan terus dilakukan hingga kurs kembali ke
US$1 = Rp.8.000.
Selanjutnya pada gambar
VI.2b dimisalkan terjadi kenaikan pendapatan atau inflasi di dalam negeri, di
mana impor meningkat. Kenaikan impor tersebut mengakibatkan meningkatnya
permintaan valuta asing (ditunjukkan oleh pergeseran kurva permintaan dari D1
ke D2). Jika penawarannya tetap, maka kurs akan naik menjadi US$1 = Rp.8.300.
Untuk menurunkan kembali kurs pada tingkat US$1 = Rp.8.000, maka pemerintah
menjual US$ di pasar bebas. Penjualan ini akan terus dilakukan hingga kurva
penawaran bergeser dari S1 ke S2.
2). Standar Emas
Suatu negara dikatakan
menganut standar emas apabila :
Nilai mata uangnya dijamin dengan nilai seberat emas tertentu
Setiap orang boleh membuat serta melebur uang emas.
Pemerintah sanggup membeli atau menjual emas dalam jumlah yang tidak
terbatas pada harga tertentu (yang sudah ditetapkan pemerintah).
Dalam sistem standar emas
kurs mata uang suatu negara terhadap negara lain ditentukan dengan dasar emas.
Misalnya, USA menetapkan bahwa 1 gram emas = US$10, dan Indonesia menetapkan
bahwa 1 gram emas = Rp.50.000, maka kurs antara US$ dan Rp adalah U$1 =
Rp.5.000. Kurs ini akan stabil selama syarat-syarat di atas dipenuhi dan lalu
lintas emas berlangsung secara bebas.
3. Sistem Kurs Pengawasan Devisa (exchange Control)
Dalam sisitem ini
pemerintah memonopoli seluruh transaksi valuta asing. Tujuannnya adalah untuk
mencegah adanya aliran modal keluar. Menghadapi jumlah valuta asing yang
relatif sedikit dibandingkan dengan permintaannya, pemerintah perlu mengadakan
alokasi di dalam penggunaannya. Sistem kurs ini dapat dijelaskan melalui gambar
berikut.
Gambar VI.3 : Sistem Kurs dalam Pengawasan Devisa
Jika pasar valuta asing
adalah bebas, maka kurs yang akan terjadi adalah US$1 = Rp.5.000, di mana
jumlah yang ditawarkan sama dengan jumlah yang diminta (0E1). Biasanya dalam
sistem pengawasan devisa kurs pasar bebas dianggap terlalu tinggi (over
valued). Pada kurs US$1 = Rp.4.500 jumlah yang diminta sebesar 0E2, sedangkan
jumlah yang tersedia hanya sebanyak 0Eo. Oleh karena itu pemerintah perlu
mengalokasikan jumlah yang tersedia tersebut dengan menggunakan kurs yang
ditetapkan. Kurs yang ditetapkan bisa satu (single exchange rate) atau lebih
(multiple exchange rate).
Penggunaan multiplke
exchange rate tergantung pada tujuan penggunaan, misalnya kurs US$1 = Rp.4.500
dipergunakan untuk impor barang-barang esensial, seperti impor bahan baku yang
akan dipergunakan untuk menghasilkan barang-barang ekspor. Kemudian penggunaan
kurs US$1 = Rp.5.000 atau di atas Rp.5.000 misalnya untuk mencegah impor barang
konsumsi yang dapat mematikan produksi industri domestik.
Di dalam mengadakan
alokasi penggunaan devisa, pemerintah dapat menggunakan beberapa cara, antara
lain :
individual allocation : setiap pemohon devisa (importir) diadakan
penelitian tentang penggunaannya. Apabila disetujui lalu diberikan izin untuk
membeli sejumlah tertentu devisa.
Exchange quota : untuk setiap kategori impor ditentukan jumlah devisanya
berdasarkan devisa yang akan diperoleh dari ekspor dalam waktu tertentu.
Apabila devisa sudah tersedia, lalu dijual dengan prinsip yang lebih dulu
bermohon dilayani terlebih dahulu samlai jatah untuk kategori impor tersebut
habis.
Waiting list : ini merupakan pelengkap cara (b) di atas. Setiap surat
permohonan pembelian devisa ditempatkan dalam daftar tunggu sampai devisa
tersedia.
D. Kebijakan Devisa di Indonesia
Pada umumnya
sistem devisa dapat dibagi dua, yaitu sistem devisa kontrol dan sistem devisa
bebas. Dalam sistem devisa kontrol, kegiatan transaksi devisa dibatasi oleh
pemerintah. derajat tingkat pembatasan berbeda-beda pada masing-negara
tergantung pada ultimate target dari kebijakan tersebut. Sementara pada
sistem devisa bebas tidak ada pembatasan dalam melalukan transaksi devisa.
1. Sistem Devisa Kontrol
Indonesia
menerapkan sistem devisa kontrol sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 tahun
1964 tentang Peraturan lalu Lintas devisa yang berlangsung hingga tahun 1967.
Dalam undang-undang tersebut ditetapkan bahwa devisa yang berasal dari
kekayaan alam dan usaha Indonesia dikuasai oleh negara. Eksportir wajib menjual
devisa hasil ekspor kepada bank devisa yang selanjutnya dijual kembali kepada
Bank Indonesia. Di samping itu, warga negara Indonesia atau badan hukum
Indonesia wajib mendaftar dan menyimpan surat berharga dalam valuta asing yang
dimilikinya pada bank devisa pemerintah.
Kebijakan
devisa kontrol pada saat itu cukup berhasil dalam mengisolasikan perekonomian
Indonesia dari pengaruh eksternal. Namun, pada sisi lain kebijakan
tersebut juga memberikan dampak negatif, yaitu dengan terciptanya pasar gelap
valuta asing, sehingga nilai tukar rupiah di pasar valuta asing jauh di atas
harga yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2. Sistem Devisa Bebas
Sejak dikeluarkannya Undang-undang Nomor
1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, Indonesia menganut sistem devisa
bebas. Undang-undang tersebut bertujuan untuk menarik masuknya modal asing
dalam rangka pembiayaan investasi di dalam negeri. Namun demikian, para
investor asing masih meragukan kemungkinan mereka tidak dapat mengirimkan
keuntungan usaha yang diperoleh ke negaranya (profit transfer). Untuk
mengatasi hal tersebut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Nomor 16 tahun 1970
tentang penyempurnaan pelaksanaan ekspor, impor dan lalu lintas devisa.
Dalam ketentuan itu ditetapkan bahwa setiap orang dapat dengan bebas
memperoleh dan menggunakan devisa umum.
Pada tahun
1982, Indnesia menerapkan sistem devisa bebas murni dengan dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 1982 tentang penghapusan kewajiban penjualan
devisa hasil ekspor kepada bank Indonesia. Implikasi positif dari sistem devisa
bebas murni adalah terjadinya aliran modal masuk ke Indonesia, baik dalam
bentuk penanaman modal asing, pinjaman dan investasi portofoli di pasar modal.
Implikasi
negatif dari sistem devisa bebas, yaitu derasnya aliran modal masuk (khususnya
dana-dana jangka pendek dalam bentuk investasi portofolio) dapat menimbulkan
kerawanan pada perekonomian dalam negeri bila tidak diikuti sikap kehati-hatian
para pelaku ekonomi. Kerawanan tersebut timbul ketika aliran modal masuk
berbalik menjadi lairan modal keluar. Krisis yang dialami negara Amerika Latin,
seperti Meksiko pada tahun 1994, negara-negara ASEAN termasuk Indonesia pada
pertengahan tahun 1997 merupakan bukti dampak negatif aliran modal masuk yang
deras dan berbalik menjadi aliran modal keluar.
E. Perkembangan Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia
Sejak tahun 1970 sistem nilai
tukar di Indonesia dalam perkembangannya sudah menganut tiga sistem nilai
tukar, yaitu sistem nilai tukar tetap, sistem nilai tukar mengambang
terkendali dan terakhir sistem nilai tukar mengambang bebas.
1. Sistem Nilai Tukar Tetap (fixed exchange rate)
Sistem nilai tukar tetap yang
berlaku di Indonesia berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 1964 dengan nilai
tukar resmi Rp. 250 per $ US, sementara nilai tukar rupiah terhadap mata uang
lainnya dihitung berdasarkan nilai tukar rupiah per $ US di bursa valuta asing
Jakarta dan di pasar internasional.
Selama periode tersebut di atas,
Indonesia menganut sistem kontrol devisa yang relatif ketat. Para eksportir
diwajibkan menjual hasil devisanya kepada Bank Indonesia. Dalam rezim ini
tidak ada pembatasan dalam hal pemilikan, penjualan maupun pembelian valuta
asing. Sebagai konsekuensi kewajiban penjualan devisa tersebut, maka Bank
Indonesia harus dapat memenuhi semua kebutuhan valuta asing bank komersial
dalam rangka mememenuhi permintaan valuta asing oleh importir maupun
masyarakat. Berdasarkan sistem nilai tukar tetap ini, Bank Indonesia
memiliki kewenangan penuh dalam mengawasi transaksi devisa. Sementara untuk
menjaga kestabilan nilai tukar pada tingkat yang telah ditetapkan, Bank
Indonesia melakukan intervensi aktif di pasar valuta asing.
Sistem nilai tukar tetap dengan sitem kontrol
devisa pada awal tahun 1970-an masih dimungkinkan dengan pertimbangan karena
lembaga keuangan di Indonesia belum berkembang, volume transaksi devisa masih
relatif kecil, pasar valuta asing dan mata uang rupiah belum menjadi tradable
good serta belum adanya kegiatan spekulasi valuta asing. Di samping itu,
pemerintah masih melakukan pembatasan-pembatasan dalam hal melakukan pinjaman
luar negeri, penanaman modal asing dan investasi portofolio sehingga intervensi
langsung yang dilakukan pemerintah dapat bekerja efektif.
Selama periode
tahun 1970 hingga tahun 1978, Indonesia telah tiga kali melakukan kebijakan
devaluasi, masing-masing pada 17 April 1970 dengan kurs Rp. 378 per US $,
tanggal 23 Agustus 1971 dengan kurs Rp. 415 per US $ dan pada tabggal 15
Nopember 1978 dengan kurs Rp. 625 per US $. Kebijakan devaluasi tersebut
dilakukan karena nilai tukar rupiah mengalami overvalued sehingga dapat
mengurangi daya saing produk-produk ekspor di pasar internasional.
2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali
(managed floating exchange rate)
Sistem nilai tukar
mengambang terkendali ditetapkan bersamaan dengan kebijakan devaluasi rupiah
pada tahun 1978 sebesar 33,6 persen. Pada sistem ini nilai tukar rupiah
diambangkan terhadap sekeranjang mata uang (basket currencies) negara-negara
mitra dagang utama Indonesia. Dengan sistem tersebut, Bank Indonesia
menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread
tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, maka Bank
Indonesia melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau
batas bawah spread.
Sesuai dengan
karakteristiknya, sistem nilai tukar mengambang terkendali pada periode
tersebut dapat dibagi dalam tiga periode, yaitu managed floating I, managed
floating II dan periode crawling band. Periode managed floating I berlaku
dari tahun 1978 –1986, di mana dalam periode ini unsur manajemennya lebih
dominan dari floating. Pada kondisi tersebut nilai tukar nominal bergerak
relatif tetap dan perubahan relatif baru terjadi pada tahun-tahun tertentu,
yaitu pada saat Bank Indonesia melakukan devaluasi rupiah. Unsur
manajemen yang cukup dominan, disesuaikan dengan kondisi perekonomian yang
relatif belum berkembang seperti saat ini, sehingga Bank Indonesia tidak
kesulitan dalam menyesuaikan nilai tukar sesuai dengan target yang diinginkan
dalam rangka mengendalikan laju inflasi dan menjaga daya saing produk-produk
ekspor.
Perkembangan
selanjutnya (periode managed floating II), dengan semakin terbukanya
perekonomian Indonesia terhadap perekonomian dunia, yang ditandai dengan
semakin derasnya capital inflow ke Indonesia, serta semakin pesatnya
perkembangan sektor keuangan dan dunia usaha, maka kebijakan nilai tukar
managed floating lebih ditekankan pada unsur floating, yang berlaku sejak tahun
1987 – 1992. Dalam periode ini kekuatan pasar semakin besar, sehingga
unsur floating semakin dirasakan perlu mengingat manajemen yang terlalu dominan
dapat berakibat missalignment pada nilai tukar riil.
Sejak Agustus 1992 hingga Agustus 1997, pemerintah menetapkan
sistem crawling band, yaitu fleksibilitas nilai tukar rupiah semakin
ditingkatkan. Peningkatan fleksibilitas nilai tukar rupiah telah
mendorong perkembangan pasar valuta asing domestik, yang tercermin dengan
semakin berkurangnya ketergantungan bank-bank pada Bank Indonesia dalam melakukan
transaksi devisa. Kegiatan transaksi valuta asing yang sebelumnya
dilakukan bank dengan Bank Indonesia hampir seluruhnya mengalami pergeseran ke
pasar valuta asing antar bank. Di samping itu jumlah pelaku transaksi
juga semakin meningkat dan produk pasar valuta asing semakin bervariasi.
Pada sisi lain, peningkatan fleksibilitas melalui pelebaran rentang
intervensi juga telah memberikan keleluasaan Bank Indonesia dalam melaksanakan
kebijakan moneter sehingga dapat mempermudah perencanaan pelaksanaan operasi
pasar terbuka.
3. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas (floating exchange rate)
Sejak
pertengahan Juli 1997, nilai tukar rupiah mengalami tekanan yang mengakibatkan
semakin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar USA. Tekanan
tersebut berawal dari currency turmoil yang melanda Thailand dan segera
menyebar ke negara-negara ASEAN termasuk Indonesia. Untuk mengatasi
tekanan tersebut, Bank Indonesia melakukan intervensi baik secara spot maupun
forward dan untuk sementara dapat menstabilkan nilai tukar rupiah. Namun
untuk selanjutnya tekanan terhadap depresiasi rupiah semakin meningkat.
Oleh karena itu dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus
berkurang, pada tanggal 14 Agustus 1997, Bank Indonesia memutuskan untuk
menghapus rentang intervensi
Rangkuman
1. Pertukaran valuta
asing adalah suatu kegiatan memperdagangkan mata uang dari negara-negara yang
berbeda. Uang masing-masing negara memiliki harga yang diukur oleh uang negara
lain. Hal inilah yang disebut nilai tukar (exchange rate).
2. Transaksi valuta asing yang berlangsung seketika disebut dengan kurs
spot, sedangkan kesepakatannya disebut transaksi spot. Transaksi yang dilakukan
di pasar berjangka, yaitu pasar di mana transaksi jual beli terjadi dengan
harga yang disetujui pada saat transaksi dilakukan, tetapi penyerahan barang
dilakukan kemudian hari.
3. Pasar valuta memiliki fungsi-fungsi dalam transaksi keuangan
internasional : melakukan kliring, hedging, arbitrage.
4. Sistem kurs valuta asing dapat digolongkan ke dalam : (1) sistem kurs
berubah-ubah, (2) sistem kurs stabil yang terdiri atas : (a) stabilisasi kurs,
(b) standar emas; (3) sistem kurs pengawasan devisa.
5. Kebijakan devisa yang pernah berlaku di Indonesia adalah : (1) sistem
devisa kontrol, (2) sistem devisa bebas
6. Kebijakan nilai tukar mata uang yang pernah berlaku di Indonesia adalah
: (1) sistem nilai tukar tetap, (2) sistem nilai tukar mengambang terkendali,
(3) sistem nilai tukar mengambang bebas.
BalasHapusRebat FBS TERBESAR – Dapatkan pengembalian rebat atau komisi
hingga 70% dari setiap transaksi yang anda lakukan baik loss maupun
profit,bergabung sekarang juga dengan kami
trading forex fbsasian.com
-----------------
Kelebihan Broker Forex FBS
1. FBS MEMBERIKAN BONUS DEPOSIT HINGGA 100% SETIAP DEPOSIT ANDA
2. FBS MEMBERIKAN BONUS 5 USD HADIAH PEMBUKAAN AKUN
3. SPREAD FBS 0 UNTUK AKUN ZERO SPREAD
4. GARANSI KEHILANGAN DANA DEPOSIT HINGGA 100%
5. DEPOSIT DAN PENARIKAN DANA MELALUI BANL LOKAL
Indonesia dan banyak lagi yang lainya
Buka akun anda di fbsasian.com
-----------------
Jika membutuhkan bantuan hubungi kami melalui :
Tlp : 085364558922
BBM : fbs2009